Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

            Terdapat dua perbedaan yang mencolok antara filsafat barat abad pertengahan dengan filsafat barat modern. Pertama terletak pada kondisi sosial-politik pada periode tersebut. Kedua terletak pada corak atau problem fundamental yang hendak dikaji atau dijawab.

1.    Kondisi Sosial-Politik

1.1         Abad Pertengahan (400 – 1500 SM)

            Abad pertengahan adalah zaman dimana pihak gereja memiliki kekuasaan tertinggi dalam segala hal. Kondisi sosial-politik pada abad pertengahan sangat memprihatinkan. Banyak buku-buku filsafat zaman Yunani Kuno yang ditemukan kembali di zaman ini, tetapi banyak diantaranya yang diberangus, karena dinilai pemikiran kaum kafir.[1] Sehingga, filsafat pada zaman ini hanya berfungsi sebagai alat untuk pembenaran atau justifikasi ajaran agama.[2] Filsafat hanya diterima ketika mendukung ajaran gereja.

            Dapat kita kategorisasi abad pertengahan sebagai zaman dimana kebebasan berpikir dipangkas.[3] Bagaimana tidak,  kekuasaan gereja yang sangat besar dan kuat bukan hanya menghambat perkembangan filsafat, namun begitu juga dengan ilmu pengetahuan. Tidak dimungkinkan adanya pengetahuan yang bertentangan dengan gereja. Teori Kopernikus (1473-1543) pun ditentang oleh gereja.[4] Ini dikarenakan teori tersebut bertentangan dengan ajaran dan doktrin gereja.[5] Sehingga, Kopernikus harus menahan diri untuk tidak mempublikasikan hasil temuannya tersebut.

1.2         Modern (1600 – 1900)

            Zaman modern dimulai paruh kedua abad ke-16 masehi, setelah didahului oleh Gerakan Renaissance[6] dan Humanisme[7] di Eropa Barat.[8] Gerakan tersebut merupakan reaksi terhadap kekuasaan gereja. Sebagai upaya melepaskan diri dari kekangan ajaran dan doktrin gereja, membuat mereka menggali kembali pemikiran karya filsuf-filsuf dari zaman Yunani Kuno. Pada zaman ini, keadaan dimana kekuasaan gereja telah hancur menyebabkan aktivitas berpikir pada periode ini sangatlah tinggi dan menghasilkan banyak karya-karya filsafat yang baru hingga ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat.[9]

2.    Corak atau Problem Fundamental

2.1         Abad Pertengahan

            Dalam bidang filsafat, abad pertengahan mendapat pengaruh yang sangat besar dari kondisi sosial-politik pada zaman itu. Pada zaman ini filsafat seakan dijadikan alat untuk memperkuat kekuasaan gereja. Problem yang di bahas pada zaman ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan keyakinan[10] dengan rasio, keberadaan dan kesatuan Tuhan, teologi dan metafisika, dan persoalan-persoalan epistemologis seperti pengetahuan mengenai yang universal dan individual.[11]

2.2         Modern

            Dalam bidang filsafat pada zaman ini justru muncul kecenderungan untuk menggali akar-akar pengetahuan.[12] Pada zaman ini ilmu-ilmu alam[13] berkembang pesat. Ini mendorong para filsuf untuk mempertanyakan problem fundamental dalam bidang epistemologi.[14] Berkembangnya ilmu-ilmu alam tersebut juga mendorong para filsuf untuk bertanya tentang hakikat manusia.[15]




[1] Abidin, Zainal. 2014. Pengantar Filsafat Barat. Cetakan ketiga. Jakarta: Rajawali Pers. hal. 106.
[2] “the philosophy as a handmaiden of theology”. (Loc. cit.)
[3] Loc. cit.
[4] Teori Kopernikus selanjutnya biasa disebut dengan “Revolusi Kopernikan” atau bisa juga “Heliosentris”. Kopernikus menemukan bahwa matahari adalah pusat dari alam semesta. Semua planet mengelilingi matahari, termasuk bumi. (Ibid. hal. 107.)
[5] Teori “Geosentris” dimana bumi adalah pusat alam semesta dan semua planet mengelilinginya, termasuk matahari. (Loc. cit.)
[6] Gerakan pencerahan, atau di Jerman lebih dikenal dengan nama Aá¹»fklarung “Revolusi Pendidikan”.
[7] Gerakan kemanusiaan, penentangan terhadap sikap gereja yang semena-mena dalam memberikan hukuman. Seperti hukuman penjara kepada Galileo Galilei (1564-1642). (Ibid. hal. 90.)
[8] Pertengahan tahun 1300-an hingga 1600.
[9] Ibid. hal. 107.
[10] Lebih tepatnya adalah iman.
[11] Loc. cit.
[12] Maksud akar-akar pengetahuan disini adalah epistemologi. Itulah mengapa teori epistemologi muncul pada zaman ini. Mungkin dikarenakan atas kesadaran untuk melepaskan diri dari ajaran dan doktrin gereja. (Ibid. hal. 111.)
[13] Filsafat alam.
[14] Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah sebetulnya pengetahuan itu? Dari mana sebenarnya sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan bersumber dari pengalaman atau rasio?  Pertanyaan tersebut memunculkan aliran rasionalisme dan empirisme. (Ibid. hal. 112.) Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan didapat hanya melalui akal. (Ibid. hal. 46.) Sedangkan empirisme mengajarkan bahwa pengetahuan didapat hanya melalui pengalaman. (Ibid. hal. 47.)
[15] Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah manusia itu merupakan materi (alam fisik) atau berupa jiwa? Apakah proses kimiawi dan gerak mekanis yang terjadi pada alam juga terjadi dalam diri manusia? Atau manusia adalah pengecualian, sehingga tidak bisa dikenai proseskimiawi dan mekanis seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan berbagai macam jawaban. Materialisme mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah materi, jadi tidak berbeda dari materi-materi lain yang ada dalam alam semesta. Sebaliknya, idealisme mengajarkan bahwa manusia bukanlah materi. Melainkan jiwa yang merupakan intisari manusia. Sehingga, semua gerak-gerik badan manusia adalah bersumber dari kekuatan yang bersifat rohani, yakni Yang Ilahi dan jiwa manusia. (Ibid. hal. 112.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib