Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]


Objek material filsafat Pancasila adalah substansi dari tiap-tiap sila Pancasila, yaitu: Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Objek material tersebut lalu dianalisis hakikatnya dengan metode filsafat yaitu metode abstraksi. Dengan demikian, objek formal filsafat Pancasila adalah mencari hakikat tiap sila dengan metode abstraksi.

Dasar ontologis Pancasila adalah idealisme – realistis. Hal tersebut dapat ditangkap dari sifat Pancasila yang mengakui adanya substansi non-materiil, dengan tidak mengesampingkan maupun menolak keberadaan konkret yang dapat diamati dan sungguh-sungguh ada. Itulah mengapa dasar ontologis Pancasila adalah idealisme yang realistis.

Kesatuan sistem Pancasila adalah kesatuan organis—berangkai, satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Maksudnya, subjek pendukungnya yaitu manusia yang monopluralis—susunan kodrat, sifat kodrat, maupun kedudukan kodrat, merupakan hal yang menjadi landasan kesatuan sistem Pancasila. Dengan demikian, kesatuan sila Pancasila juga merupakan kesatuan makna, tidak hanya berbentuk formal – logis atau hierarkis – piramidal saja. Namun, kesatuannya juga berbentuk hakikat – makna, yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya.

Landasan ontologis Pancasila merupakan landasan monodualis yang didasarkan pada hylemorfisme dan idealisme—Aristoteles dan Plato. Kesatuan organis, yang telah dijelaskan sebelumnya, dan juga berdasar sifat manusia yang monodualis, menunjukkan sifat Pancasila yang substansial: abstrak, umum, dan universal, dengan metode abstraksi—hakikat Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil.

Terdapat dua macam sebab atau asal mula Pancasila sebagai dasar negara: langsung dan tidak langsung. Sebab langsung Pancasila adalah semua aktivitas yang direncanakan untuk mempersiapkan dasar negara bagi Indonesia merdeka. Sebab tidak langsung Pancasila adalah kenyataan hidup, bahwa unsur-unsur Pancasila telah ada dalam kebudayaan di Indonesia sebelum disahkan menjadi dasar negara. Sebab atau asal mula tersebut dikembangkan dari analisis empat causa: causa materialis (sebab materiil), causa formalis (sebab bentuk), causa finalis (sebab tujuan), causa efisien (sebab karya).

Susunan kesatuan Pancasila adalah hierarkis – piramidal. Urutan sila-sila Pancasila merupakan satu rangkaian tingkatan berdasarkan keluasan isinya. Sila yang mendahului menjiwai sila setelahnya, begitu pula untuk sila yang didahului adalah berlandaskan sila yang mendahuluinya. Dengan demikian setiap sila merupakan satu kesatuan yang mengikat sehingga Pancasila memiliki kesatuan yang bulat.

Arti sila pertama Pancasila didasarkan pada hakikatnya yaitu Tuhan. Tuhan merupakan causa prima—penyebab awal segala sesuatu. Hal ini didasarkan pada pembuktian Tuhan oleh Thomas Aquinas, di mana Tuhan merupakan causa prima. Dalam ranah kosmologis dapat ditangkap bahwa Tuhan merupakan pencipta Manusia, dan ini merupakan titik tolak di mana munculnya sila kedua—manusia—yang dijiwai dan didasarkan pada hakikat sila pertama—Tuhan.

Arti sila kedua Pancasila didasarkan pada sifat manusia yang monopluralis. Manusia merupakan satu kesatuan dari susunan kodrat (jiwa – badan), sifat kodrat (individu – sosial), dan kedudukan kodrat (makhluk Tuhan – makhluk bebas). dari sifat monopluralis manusia tersebut, muncul bentuk tolak ukur tabiat manusia, ada empat yaitu: 1. Melakukan perbuatan atas dorongan kehendak, berdasar putusan akal, dan selaras dengan rasa untuk memenuhi hasrat-hasrat sebagai ketunggalan; 2. Hakikat untuk memenuhi kebutuhan, baik kejiwaan maupun ketubuhan, diri sendiri dan orang lain; 3. Hasrat ketubuhan dan kejiwaan individu maupun sosial yang saling membatasi; 4. Manusia harus memiliki kemampuan untuk membatasi diri agar tidak melampaui batas untuk menghindari hal yang duka atau tidak enak. Dengan demikian, sifat manusia yang monopluralis dan empat tabiat saleh manusia tersebut memunculkan sila ketiga—satu—yang dijiwai dan didasarkan pada sila kedua—manusia.

Arti sila ketiga Pancasila didasarkan pada hakikat satu, yaitu utuh tidak terbagi dan mutlak terpisah dari segala sesuatu hal lainnya. Hakikat satu dapat dilihat secara lahir dan batin, yang kemudian disintesiskan menjadi hakikat Bhineka Tunggal Ika. Hakikat satu secara lahir adalah bahwa manusia Indonesia memiliki kesamaan wilayah, bentuk negara maupun bangsa. Hakikat satu secara batin adalah bahwa manusia Indonesia memiliki kesamaan nasib yaitu pernah dijajah dan inginan untuk merdeka. Kedua hakikat tersebut disintesiskan menjadi hakikat Bhineka Tunggal Ika yaitu pengakuan atas adanya perbedaan, yang mana perbedaan tersebut disikapi dengan kerja sama dan gotong – royong. Hakikat Bhineka Tunggal Ika tersebut memunculkan sila keempat—rakyat—yang dijiwai dan didasarkan pada sila ketiga—satu.

Dirangkum oleh: Muhammad Nur Alam Tejo


Sumber: buku Konsep Inventif Etika Pancasila Berdasarkan Filsafat Pancasila Notonagoro, oleh Dr. Sri Soeprapto, M.S.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib