Ia
seorang Yahudi dan ia mengajar di berbagai sekolah sejak muda. Ia sangat
tertarik dengan filsafat Plotinos. Ia merasa ada suatu kontranaturalitas,
terutama pada akhir hidupnya.
a. Filsafatnya
Menurutnya,
segala hal berakar pada dorongan hidup l’élan
vital. Akan tetapi, ia melawan pandangan yang materialistik dan mekanistik.
Meskipun begitu, ia memang mengakui bahwa di dalam manusia terdapat suatu
vitalitas naluri secara biologis; terutama vitalitas spiritual. Vitalitas
spiritual ini membuat manusia menjadi makhluk yang dinamis, inilah yang membuat
manusia sampai pada penghayatan yang amat tinggi: ilmu, seni, kesusilaan dan
agama.
Filsafatnya
bersifat spiritualistis, namun dengan cara yang ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, nama “mistisisme” tidak dapat dipakai
untuk pemikirannya.
b. Metodenya
Metodenya
bergaya intuitif. Ia berpikir dalam bentuk gelombang yang dinamis. Metodenya
digambarkan sebagai suatu gerakan yang dinamis; yang sesuai dengan kenyataan
yang diselaminya.
Gambaran Menyeluruh
Ia
berpandangan bahwa seluruh kenyataan kosmis sebagai la durée yaitu keberlangsungan. Pandangan itu adalah suatu hal yang
“apriori” dari segala metode dan konsepnya.
Intuisi Hidup
Kedinamisan
kosmis tersebut dapat dipahami jika subjek menyatu dengan objek, menjadi bagian
dari objek. Menjadi bagian ini dilakukan dengan kesadaran penuh tanpa mengejar
keuntungan atau disinterested,
bersifat kontemplasi murni. Penyatuan ini adalah persepsi langsung yang
sederhana, yang terdiri dari suatu kontak dan daya gabung.
Metode
ini menghasilkan pengertian yang mutlak. Hal tersebut dikarenakan objek
ditangkap melalui dirinya sendiri, dengan demikian hakikat objek tetap utuh.
“Menjadi” tidak berarti secara kualitatif yang melampaui ruang, namun merupakan
kemajuan yang kualitatif; dengan tidak mengukur sesuatu, hanya menghadirkan
suatu kemajuan yang tidak dapat dibagi-bagi. Dari serangkaian metodenya, ia
hanya melukiskan pengamalan psikologis, mengungkap hidup seperti apa yang
diungkapkannya; mengikuti arah gerakan kosmis.
Analisa membeku
Intuisi
tidak sekadar flash of insight yang
sulit dijelaskan, namun merupakan suatu perilaku, act; usaha mental dan konsentrasi pikiran. Dengan demikian,
pengalaman batin tersebut akan dijelaskan kembali oleh akal-budi; seakan
terpisah dari objek, bergantung pada perspektif.
Uraian
akal-budi memang suatu konsep yang sistematis. Pengalaman batin tersebutlah
yang disistematisasi sedemikian rupa hingga menjadi konsep yang kaku; seperti
membuat seri foto dari suatu gerakan. Proses inilah yang ia namakan analisa.
Dialektik Kedua Pengertian
Pengertian
konseptual mengaburkan pengalaman otentik, bahkan menggantikannya. Maka sebuah
uraian konseptual harus selalu takluk pada dinamik intuitif. Dengan
penggambaran kenyataan aktual secara jelas dan terperinci, ia merekaulang
pengalaman langsung. Ia menghidupkan élan
yang abadi pada konsep-konsep.
Bergson
melakukan analisis secara terperinci, namun ia tidak mengakui ketepatan logis
seperti yang diinginkan akal-budi. Ia mungkin bertolak dari konsep dalam
keseharian, tetapi kemudian konsep-konsep tersebut akan menunjukkan arah dan
jalan tanpa pernah memastikan diri. Mereka dapat mengartikan suatu jenjang yang
lebih luas, dari yang materiil sampai yang spiritual; turun ke ranah
alami-material sampai berhenti pada bidang anorganik, mereka naik dalam
bidang-bidang rohan-manusiawi sampai padat dan tegang. Segala peralihan ini
terjadi berangsur-angsur dan tidak mendadak. Konsep-konsep selalu bertegangan
dengan oposisi binernya.
Bergson
menguraikan dinamik itu dengan konsep-konsep yang kontras, yang tidak dapat
disesuaikan secara logis. Rumusan-rumusannya tidak memberikan kerangka stabil,
namun hanya titik sokong dan titik istirahat bagi arus pikiran.
Simbolisme
Bergson
menggunakan banyak simbol demi menjelaskan dan mencairkan ‘visi’ dan ‘intuisi’.
Simbol itu mempunyai dua peranan, pertama untuk menampakkan realitas
tersembunyi, sebagai aspek konkret yang merupakan ‘gambaran’ intern dan intuitif. Kedua adalah sebaliknya, simbol
membantu seseorang mencapai intuisi. Simbol-simbol saling membatasi, namun
pertentangan tersebut memaksa pengertian agar dapat mengatasi pertentangan
tersebut. Pada Bergson, seperti pada Plotinos, simbol dan gambaran pada umumnya
meliputi kegiatan, gerakan, usaha yang dinamis, hidup, élan dan mobilitas.
Hidup
bagaikan uap, seperti peluru yang meletus; Bergson menggunakan perumpamaan yang
berbagai macam. Segalanya untuk memberikan pemahaman atas élan dan intuisi.
Kesimpulan
Metode
Bergson supra-intelektual, menjauhi logika dan menyerahkan diri pada kemurnian
kenyataan (yang disebut Bergson “gerakan”). Bergson, berbeda dari Plotinos, ia
tidak menginginkan kebekuan kontemplasi, namun ia mengimpikan dinamik yang
bergelombang. Kesamaan mereka adalah kenaikan dari yang material kaku, menuju
suatu spiritualitas bebas.
Catatan: dibuat bersama Aldo Muhes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar