Thomas
seorang biarawan dan imam yang menjadi murid Albertus Agung di Paris dan di
Koln. Ia mengajar di Italia dan Paris seumur hidupnya. Pemikirannya dipengaruhi
Aristoteles.
Filsafatnya
a. Filsafat dan Teologi
Filsafat
skolastik berkembang di sekolah-sekolah biara dan keuskupan, sehingga banyak
filsufnya yang juga imam dan biarawan. Filsafat skolastik menyatukan filsafat
dan teologi, begitu juga Thomas. Filsafat Thomas justru lebih otonom; hanya
berdasarkan akal-budi manusia dan membahas manusia dan dunia. Sebagian besar
karyanya merupakan komentar atas karya Aristoteles, dengan sintesis yang
mencolok.
b. Gaya Filsafatnya
Thomas
adalah puncak filsafat abad pertengahan. Seperti Aristoteles, tidak ada
mistisisme dalam filsafatnya, bahkan filsafatnya sangat sistematis dan metodis
dengan penalaran logis dan bahasa yang spesifik. Ia hanya mencari kebenaran dan
menghindari emosi dan fantasi.
Metodenya
Metode
skolastik sering disebut metode sintetis-deduktif, seperti kebanyakan filsafat
dan ilmu pada saat ini. Di dunia barat karya logika Aristoteles sudah banyak
dikenal, dan Thomas menyempurnakan metode aristotelian tersebut. Metode
filsafat Thomas sangat berpusat pada metode pengajaran biara.
Suasana Pengajaran
Metode
skolastik adalah metode mengajar, tetapi memiliki hubungan erat dengan metode
berpikir. Metode ini telah purna pada zaman Thomas dan mengandung dua bagian
pokok.
Lectio
Pemikiran
seorang pemikir besar dijelaskan menggunakan logika dan filsafat Aristotelian.
Tidak hanya ditafsirkan, namun juga dikomentari. Komentar berkenaan dengan
hal-hal riil yang diajukan dalam teks itu, dan agar mudah dipahami, semua
istilah dan ide dirumuskan, dibedakan, dan diuji dari segala segi. Segala
argumen pro dan kontra diajukan agar mencapai pemahaman baru. Lectio biasa
diadakan di pagi hari.
Disputatio
Lectio
pasti diikuti dengan disputatio yang diadakan pada siang hari, Thomas
melakukannya dua kali seminggu. Disputatio meliputi debat dialektis mengenai
persoalan yang ditemukan dalam teks, atau yang keluar daripada pembahasannya.
Bentuknya teratur; soal (quaestio) yang diterangkan dosen, keberatan-keberatan
(videtur quod non) diajukan oleh seorang mahasiswa, jawaban-jawaban (solutio)
diberikan oleh seorang mahasiswa senior, kesimpulan (summarium dan
determinatio) diberikan dosen dengan jawaban yang tepat atas segala keberatan.
Disputatio
luar biasa diadakan beberapa kali setahun, dan bersifat sangat terbuka. Thomas
mahir dalam perdebatan pada disputatio luar biasa ini. Dalam debat, dua hal
ditekankan: ordo disciplinae atau
urutan tepat dalam mengajukan persoalan yang harus terjadi menurut ordo inventionis atau jalan penemuan;
cara berpikir harus memenuhi aturan-aturan logika formal. Suasana disputatio
membangun sifat kritis yang sehat dan cara berpikir otonom.
Sistem Lengkap
Pikiran Sistematis
Filsafat
Thomas menampakkan rasionalisme dan sifat sistematis yang jelas. Sebagai
prinsip organisasi intern Thomas menggunakan konsep Aristoteles tentang ilmu.
Semua hal diterangkan menurut sebabnya. Pertanyaan perihal eksistensi, hakikat,
kualitas, dan kausalitas dicari jawabannya; mekanik ilmu sangat diperhatikan.
Mekanisme tersebut berlaku umum bagi ilmu-ilmu pada saat itu, sehingga belum
muncul ciri khas dari berbagai ilmu pada zaman itu. Sistemnya yang sangat rapi
dibandingkan dengan katedral gothic.
Bahasa
Bahasa
Latin yang menyatukan berbagai ilmu menguntungkan filsafat skolastik.
Istilah-istilah spesifik banyak dicari demi men-distingsi-kan gagasan-gagasan,
bahkan hingga distingsi sekecil apapun.
Tuduhan
pada filsafat skolastik adalah verbalisme kering kerap terjadi. Filsafat
skolastik dituduh suatu pemikiran tertutup, dan diabadikan melalui sistem
hafalan belaka. Thomas menunjukkan bahwa bahasa teknis yang abstrak itu adalah
usaha serius untuk memahami segala sesuatu menurut hakikatnya.
Jalan Pikiran
Titik-tolak tradisi
a. Umum
Kebenaran
dalam suatu hal harus ditinjau dari berbagai perspektif. Seperti Aristoteles,
ia menekankan pada memahami pemikiran para pemikir besar terlebih dahulu
sebelum membuat pendapat sendiri—seperti semangat dialektika Sokrates.
Argumentasi pemikir besar tersebut di uji dari berbagai perspektif; dari
perspektif orang lain terlebih dahulu, lalu mencoba untuk berpendapat sendiri.
b. Dua Macam Tradisi
Thomas
mencoba mendalami pemikiran Aristoteles sekaligus mengoreksinya. Terkadang ia
mengambil seluruh pemikiran Aristoteles yang dianggapnya rasional dan berguna
seperti logika. Selain itu, tradisi Platonik juga ia adopsi, meskipun tetap
dalam kerangka berpikir Aristoteles. Ia mengkritik pemikiran Agustinus secara
sopan dengan mengkritik pemikiran Plato.
c. Otonomi Berpikir
Baginya,
argumentasi kewibawaan adalah argumen yang paling lemah. Meski begitu, terlalu
sombong dan mustahil jika membangun pemikiran sendiri tanpa terpengaruh dari
pemikiran sebelumnya. Dengan demikian, ia tidak berhenti pada sekadar pemikiran
yang kompilasi dan eklektis, ia memunculkan suatu pemahaman baru dari pemikiran
lama tersebut.
Analisa
Ia
tidak melulu deduktif, ia juga melakukan proses induktif dengan mengambil
kesimpulan dari contoh sederhana dan data-data konkret. Hal ini juga yang
menyebabkan Thomas menolak epistemologi Plato dan Agustinus. Kenyataan yang
dinamis di analisa menurut struktur umum dan pasti. Hasil dari penyimpulan tersebut,
ia refleksikan lagi di kenyataan.
Deduksi
Thomas
jarang menggunakan silogisme yang lengkap, sering menggunakan pola entimem.
Namun, tetap saja pola tersebut memenuhi pola logika Aristotelian.
a. Premis
Premis
adalah pernyataan yang mutlak benar, jelas dengan sendirinya, dan pasti
diyakini (principium per se notum).
Premis memiliki beberapa macam:
aa.
Definisi: premis yang predikatnya menyatakan hakikat subjek. Idealnya adalah genus et species. Meskipun begitu, dapat
diberi sifat tertentu, sebab tertentu, maupun prinsip tertentu.
ab.
Self-evident: premis yang predikatnya adalah sifat mutlak subjek. Premis ini
adalah premis yang tidak dapat dibantah, seperti jumlah tiga sudut segi tiga
adalah 180 derajat.
ac.
Prinsip sekunder: premis ini adalah berisi prinsip metafisik yang bergantung
pada bukti; masih bisa diperdebatkan.
b. Argumentasi
Premis
tidak membuktikan apapun secara eksistensial keberadaan riil suatu hal. Tentu
hal tersebut membuktikan bukti riil di lapangan untuk membuktikan argumentasi.
Terdapat dua metode pembuktian argumentasi: melalui sebab, dan; pembuktian
melalui efeknya. Kesimpulan dikembalikan pada prinsip fundamental, setelah itu
kepada data riil untuk membuktikan kesahihan argumentasi.
Perumpamaan dan simbol
Thomas
sangat menghindari perumpamaan dan analogi. Itu karena ia menganggap hal
tersebut sebagai kelemahan dalam berargumentasi. Ia sepakat pada pendapat
Aristoteles untuk menggunakan istilah yang tepat dan eksak—dari pada seperti
Plato yang metaforis.
Catatan: dibuat bersama Aldo Muhes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar