Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

Interpretasi Copenhagen dan Nilai Kebenaran

Interpretasi Copenhagen mendasarkan dirinya pada suatu fungsi gelombang. Fungsi gelombang menjadi landasan utama untuk memahami sebuah kejadian dalam fenomena kuantum. Dengan kata lain, segala hal yang terjadi dalam fenomena kuantum sebenarnya telah termaktub dalam fungsi gelombang.

Interpretasi Copenhagen menganggap realitas yang teramati sebagai sebuah bentuk the collapse of wave function. Sementara itu, realitas yang tidak teramati—atau belum teramati—adalah fungsi gelombang itu sendiri. Realitas yang tidak teramati itu di tafsirkan sebagai suatu bentuk super posisi. Super posisi di sini berarti bahwa suatu hal berada dalam suatu keadaan yang berbeda secara bersamaan.

Super posisi dapat dipahami dengan beberapa contoh. Bayangkan sebuah gelas, namun yang hanya diketahui adalah bentuk gelasnya saja, sementara properti seperti warna, tidak diketahui. Dengan demikian, seluruh probabilitas sebuah gelas terebut mengenai warnanya adalah sama—probabilitas baik gelas tersebut berwarna merah, hijau, biru dan sebagainya adalah sama—sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan gelas tersebut sebelum diobservasi kepastian warnanya adalah super posisi.

Contoh lain super posisi adalah bagaimana sebuah partikel bergerak. Seperti yang dijelaskan oleh hukum Heisenberg bahwa posisi dan momentum bersifat eksklusif, yang berarti kita tidak dapat memastikan posisi dan momentum sebuah partikel secara bersamaan. Apabila posisinya diketahui dengan pasti, justru momentumnya bersifat super posisi, sebaliknya apabila momentumnya diketahui dengan pasti, justru posisinya bersifat super posisi.

Interpretasi Copenhagen menganggap bahwa realitas yang sesungguhnya adalah fungsi gelombang, atau dengan kata lain super posisi. Realitas yang telah diamati, atau hasil pengukuran adalah hanya merupakan sebuah derivasi dari suatu fungsi gelombang. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, realitas yang teramati adalah the collapse of wave function, hal ini berarti bahwa realitas yang teramati bukanlah realitas yang sesungguhnya karena hanya bagian dari realitas yang lebih tinggi yaitu fungsi gelombang atau super posisi.


Apabila interpretasi ini benar, maka konsep logika yang telah dikembangkan sedemikian rupa patut untuk dipertanyakan kembali. Sebuah proposisi seperti “gelas itu berwarna merah” maka akan bernilai kontradiktif apabila masih dalam tahap super posisi—kontradiktif karena gelas menjadi berwarna merah dan berwarna tidak merah secara bersamaan. Nilai kebenaran menjadi kaos dalam struktur super posisi, karena segalanya menjadi dibenarkan, segala keadaan adalah benar. Jikalau demikian, nilai kebenaran hanyalah sebuah korelat dari suatu pengukuran atau observasi. Dengan kata lain, kebenaran adalah relatif terhadap pengukuran. Jadi, apakah kebenaran itu relatif?

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib