Ketika berbicara tentang multikulturalisme maka tentu kita akan membahas tentang tiga hal. Pertama, tentang keadilan. Kedua, tentang penghargaan atas perbedaan. Ketiga, tentang pembebasan minoritas dari kekangan. Sehingga multikulturalisme membahas tentang relasi kuasa antara mayoritas dengan minoritas.
Berbicara tentang relasi kuasa antara mayoritas dengan minoritas, kita pasti menangkap adanya keragaman (perbedaan) di dalamnya. Dengan perbedaan-bedaan tersebut, muncul dua macam perbedaan yang terdapat di dalam suatu negara. Pertama adalah multi-bangsa. Kedua adalah poli-etnis.
Tipe negara multi-bangsa ditandai dengan adanya minoritas bangsa di dalam suatu negara. Eksistensi negara ini berawal dari bangsa-bangsa yang berpisah-pisah sebelumnya. Lalu, bangsa-bangsa tersebut disatukan secara paksa seperti dengan jalan imperialisme (penjajahan) dan sebagainya. Maka dari itu setiap bangsa pasti menuntut unit politik tersendiri untuk menjaga keunikannya. Namun problema dapat timbul karena mayoritas bangsa berpotensi untuk menekan minoritas bangsa. Sehingga diperlukan regulasi agar minoritas bangsa dapat memperoleh hak-haknya yang dirampas oleh mayoritas bangsa.
Tipe negara poli-etnis ditandai dengan adanya kelompok-kelompok etnis. Eksistensi negara ini berawal dari kelompok-kelompok etnis yang bersatu dengan sukarela, tentu dengan alasan tertentu seperti kesamaan sejarah, kesamaan nenek moyang, kesamaan cita-cita, dan sebagainya. Sehingga berbagai kelompok etnis yang eksis di dalam negara bercampur tanpa adanya batasan antara mereka.
Identitas
Identitas adalah hal yang membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, sehingga yang identik dengan sesuatu tersebut adalah dirinya sendiri. Identitas memiliki tiga bentuk. Pertama adalah fisik. Hal tersebut bersifat sangat kongkrit dapat diamati secara langsung seperti warna kulit, bentuk tubuh, dll.
Kedua adalah sikap. Hal tersebut bersifat kongkrit dapat diamati dengan observasi secara kontinyu seperti mencuri, mengorok, dll.
Ketiga adalah konsep atau nilai. Hal tersebut bersifat abstrak, tidak bisa diamati secara langsung, harus menggunakan interpretasi, seperti baik-buruk, ganteng-jelek, dll.
Identitas berbentuk konsep muncul dari hasil pelekatan nilai oleh subjek kepada objek yang dinilai. Nilai tersebut muncul dari pengamatan subjek atas identitas fisik maupun sikap dari objek yang diamati. Subjek disini dapat berarti dirinya sendiri atau orang lain. Sehingga ketika nilai tersebut diakui orang banyak (inter-subjektif) maka nilai tersebut menjadi identitas dari objek tersebut. Maka dari itu identitas berbentuk konsep atau nilai dapat disebut sebagai identitas kolektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar