Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

            Tokoh idealisme pada zaman modern yang akan dibahas kali ini adalah Fichte, Schelling, Hegel, dan Schopenhauer.

Fichte
            Nama lengkapnya adalah Johann Gottlieb Fichte (Rahman, 2013: 287). Ia ingin agar filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang paling mendasar. Maka dari itu, ia mencoba untuk membuat agar filsafat menjadi seperti matematika, mempunyai hal yang tidak dapat diganggu gugat, aksioma-aksioma.
            Layaknya Kant, Ia percaya bahwa pengetahuan didapat melalui pengalaman (Rahman, 2013: 289). Ia membagi pengalaman menjadi dua. Pertama, pengalaman objektif, yang mana hal ini adalah pengalaman langsung seperti melihat botol. Kedua, pengalaman subjektif, yang mana hal ini adalah pengalaman murni dari pikiran manusia sendiri, abstraksi. Dari kedua pengalaman tersebut beliau menegaskan bahwa pengalaman objektif terfokus kepada objek, sehingga beliau mengarahkan bahwa objek pengalaman tersebut adalah objek an sich, objek pada dirinya sendiri, sesuai pemikiran Kant. Untuk pengalaman subjektif, menurutnya terfokus kepada subjek, sehingga beliau menamaninya subjek an sich, subjek pada dirinya sendiri, inteligensi pada dirinya sendiri.
            Ia menilai bahwa orang yang menekankan pada pengalaman objektif adalah orang yang dogmatis, rasionya lemah, sementara orang yang menekankan pengalaman subjektif adalah orang yang idealis, rasionya kuat. Inilah yang mendasari Fichte untuk mengembangkan aliran Idealisme.
            Ia mengembangkan idealisme subjektif, dengan tidak mengakui das ding an sich, benda dalam dirinya sendiri. Hal tersebut dikarenakan Fichte berpikir bahwa realitas dibentuk oleh pikiran, dan yang ada hanyalah pikiran itu. Dari situ, ia menamai subjek sebagai Aku, lalu menamai hal yang dipikir sebagai Bukan-Aku. Akan tetapi, ia menemukan kendala, bahwa ketika subjek hilang, maka hal yang dipikirkan akan hilang. Dengan begitu dia berpendapat bahwa dibutuhkan hal yang memikirkan keduanya, di mana hal tersebut tidak akan pernah hilang. Ia menamai hal tersebut dengan nama Aku-Transendental. Dengan begini, realitas diciptakan oleh Aku-Transendental, di mana Aku dapat memikirkan yang Bukan-Aku. Pemikiran ini memberikan sumbangsih yang sangat besar kepada pemikiran Hegel.

Schelling
            Nama lengkapnya adalah Friedrich Wilhelm Joseph Schelling (Rahman, 2013: 292). Pemikirannya yang terkenal adalah tentang sistem idealisme. Schelling menolak pemikiran Fichte. Pembedaan antara subjek dengan objek adalah hasil dari refleksi. Dikotomi yang muncul tersebut hanyalah ilusi yang dihasilkan oleh aktivitas refleksi. Dengan begitu, jika refleksi dikotomis tersebut dihapus, yang ada adalah satu kesatuan, satu kesatuan antara subjek dengan objek.
            Schelling berpendapat bahwa subjek dan objek memiliki satu Roh (Rahman, 2013: 295). Bagi Schelling, Roh manusia adalah Roh Alam, Alam adalah Roh yang tampak, sedangkan Roh adalah Alam yang tak tampak. Dengan demikian, ketika manusia mencoba untuk memahami Alam, maka sebenarnya Alam memahami dirinya sendiri. Kesatuan dari Alam dan manusia, ia menyebutnya identitas murni, Yang Absolut.
            Yang Absolut bersifat netral dan memancarkan dirinya dengan tiga hal serta tanpa proses, di luar ruang dan waktu, secara bersamaan: (1) mengobjektifkan dirinya membentuk alam ideal, kemudian memancarkan diri menjadi alam material atau objek; (2) alam material memunculkan pikiran sehingga muncul alam material yang memiliki alam ideal atau subjek; (3) kesatuan antara objek dan subjek atau Yang Absolut (Rahman, 2013: 295–96). Dengan demikian,Yang Absolut menjadi real dan ideal secara bersamaan, Alam dan Roh adalah identik. Hal ini Schelling menyebutnya Filsafat Identitas.

Hegel
            Nama lengkapnya adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (Rahman, 2013: 296). Menurutnya, dalam realitas dan sejarah berlangsung proses yang dia namai dialektika. Dialektika adalah proses penolakan yang berujung pada pendamaian dari kedua hal yang saling tolak-menolak. Proses berawal dari tesis, lalu terjadi penolakan yaitu antitesis, dan akhirnya pendamaian dari keduanya yaitu sintesis. Tidak berhenti di situ, proses berjalan secara kontinu—sintesis menjadi tesis lalu penolakan antitesis dan sintesis kembali—hingga berhenti kepada sesuatu yang Ideal, namun hal tersebut tidak akan diraih, hanya mendekati Ideal. Hegel menamainya dialektika Idealisme.

Schopenhauer
            Nama lengkapnya adalah Arthur Schopenhauer (Rahman, 2013: 310). Ia setuju kepada pemikiran Kant bahwa yang dapat dialami oleh subjek hanyalah fenomena. Fenomena yang ditangkap adalah merupakan dunia gagasan bagi subjek. Dunia gagasan ini muncul dari kehendak-kehendak. Kehendak-kehendak ini terdapat di dunia noumenal. Kenyataan terhadap kehendak hanya dapat dirasakan secara intuitif oleh hati.
            Manusia memiliki kehendak, yaitu kehendak untuk hidup (Rahman, 2013: 314). Pikiran menanggapi kehendak tersebut dan mempertahankan kehendak tersebut. Dalam mempertahankan hal tersebut, muncullah penderitaan demi penderitaan di dalam prosesnya. Ada alat untuk menghilangkan penderitaan ini yaitu estetika dan etika. Estetika memberikan hiburan terhadap penderitaan yang tiada akhir dan bersifat sementara. Etika merupakan suat pembebasan. Maksud pembebasan di sini adalah mematikan kehendak. Karena ketika kehendak tiada, maka penderitaan tiada.

Daftar Pustaka
Rahman, M. A., 2013, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: IRCiSoD.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib