Tokoh
idealisme pada zaman modern yang akan dibahas kali ini adalah Fichte,
Schelling, Hegel, dan Schopenhauer.
Fichte
Nama
lengkapnya adalah Johann Gottlieb Fichte (Rahman, 2013: 287). Ia ingin agar filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang paling mendasar.
Maka dari itu, ia mencoba untuk membuat agar filsafat menjadi seperti
matematika, mempunyai hal yang tidak dapat diganggu gugat, aksioma-aksioma.
Layaknya
Kant, Ia percaya bahwa pengetahuan didapat melalui pengalaman (Rahman, 2013: 289). Ia membagi pengalaman menjadi dua. Pertama, pengalaman objektif, yang
mana hal ini adalah pengalaman langsung seperti melihat botol. Kedua,
pengalaman subjektif, yang mana hal ini adalah pengalaman murni dari pikiran
manusia sendiri, abstraksi. Dari kedua pengalaman tersebut beliau menegaskan
bahwa pengalaman objektif terfokus kepada objek, sehingga beliau mengarahkan
bahwa objek pengalaman tersebut adalah objek an sich, objek pada dirinya sendiri, sesuai pemikiran Kant. Untuk
pengalaman subjektif, menurutnya terfokus kepada subjek, sehingga beliau
menamaninya subjek an sich, subjek
pada dirinya sendiri, inteligensi pada dirinya sendiri.
Ia
menilai bahwa orang yang menekankan pada pengalaman objektif adalah orang yang
dogmatis, rasionya lemah, sementara orang yang menekankan pengalaman subjektif
adalah orang yang idealis, rasionya kuat. Inilah yang mendasari Fichte untuk
mengembangkan aliran Idealisme.
Ia
mengembangkan idealisme subjektif, dengan tidak mengakui das ding an sich, benda dalam dirinya sendiri. Hal tersebut
dikarenakan Fichte berpikir bahwa realitas dibentuk oleh pikiran, dan yang ada
hanyalah pikiran itu. Dari situ, ia menamai subjek sebagai Aku, lalu menamai
hal yang dipikir sebagai Bukan-Aku. Akan tetapi, ia menemukan kendala, bahwa
ketika subjek hilang, maka hal yang dipikirkan akan hilang. Dengan begitu dia
berpendapat bahwa dibutuhkan hal yang memikirkan keduanya, di mana hal tersebut
tidak akan pernah hilang. Ia menamai hal tersebut dengan nama
Aku-Transendental. Dengan begini, realitas diciptakan oleh Aku-Transendental,
di mana Aku dapat memikirkan yang Bukan-Aku. Pemikiran ini memberikan
sumbangsih yang sangat besar kepada pemikiran Hegel.
Schelling
Nama
lengkapnya adalah Friedrich Wilhelm Joseph Schelling (Rahman, 2013: 292). Pemikirannya yang terkenal adalah tentang sistem idealisme. Schelling
menolak pemikiran Fichte. Pembedaan antara subjek dengan objek adalah hasil
dari refleksi. Dikotomi yang muncul tersebut hanyalah ilusi yang dihasilkan
oleh aktivitas refleksi. Dengan begitu, jika refleksi dikotomis tersebut
dihapus, yang ada adalah satu kesatuan, satu kesatuan antara subjek dengan
objek.
Schelling
berpendapat bahwa subjek dan objek memiliki satu Roh (Rahman, 2013: 295). Bagi Schelling, Roh manusia adalah Roh Alam, Alam adalah Roh yang
tampak, sedangkan Roh adalah Alam yang tak tampak. Dengan demikian, ketika
manusia mencoba untuk memahami Alam, maka sebenarnya Alam memahami dirinya
sendiri. Kesatuan dari Alam dan manusia, ia menyebutnya identitas murni, Yang
Absolut.
Yang
Absolut bersifat netral dan memancarkan dirinya dengan tiga hal serta tanpa
proses, di luar ruang dan waktu, secara bersamaan: (1) mengobjektifkan dirinya
membentuk alam ideal, kemudian memancarkan diri menjadi alam material atau
objek; (2) alam material memunculkan pikiran sehingga muncul alam material yang
memiliki alam ideal atau subjek; (3) kesatuan antara objek dan subjek atau Yang
Absolut (Rahman,
2013: 295–96). Dengan
demikian,Yang Absolut menjadi real dan ideal secara bersamaan, Alam dan Roh
adalah identik. Hal ini Schelling menyebutnya Filsafat Identitas.
Hegel
Nama
lengkapnya adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (Rahman, 2013: 296). Menurutnya, dalam realitas dan sejarah berlangsung proses yang dia
namai dialektika. Dialektika adalah proses penolakan yang berujung pada
pendamaian dari kedua hal yang saling tolak-menolak. Proses berawal dari tesis,
lalu terjadi penolakan yaitu antitesis, dan akhirnya pendamaian dari keduanya
yaitu sintesis. Tidak berhenti di situ, proses berjalan secara kontinu—sintesis
menjadi tesis lalu penolakan antitesis dan sintesis kembali—hingga berhenti
kepada sesuatu yang Ideal, namun hal tersebut tidak akan diraih, hanya
mendekati Ideal. Hegel menamainya dialektika Idealisme.
Schopenhauer
Nama
lengkapnya adalah Arthur Schopenhauer (Rahman, 2013: 310). Ia setuju kepada pemikiran Kant bahwa yang dapat dialami oleh subjek
hanyalah fenomena. Fenomena yang ditangkap adalah merupakan dunia gagasan bagi
subjek. Dunia gagasan ini muncul dari kehendak-kehendak. Kehendak-kehendak ini
terdapat di dunia noumenal. Kenyataan
terhadap kehendak hanya dapat dirasakan secara intuitif oleh hati.
Manusia
memiliki kehendak, yaitu kehendak untuk hidup (Rahman, 2013: 314). Pikiran menanggapi kehendak tersebut dan mempertahankan kehendak
tersebut. Dalam mempertahankan hal tersebut, muncullah penderitaan demi
penderitaan di dalam prosesnya. Ada alat untuk menghilangkan penderitaan ini
yaitu estetika dan etika. Estetika memberikan hiburan terhadap penderitaan yang
tiada akhir dan bersifat sementara. Etika merupakan suat pembebasan. Maksud pembebasan
di sini adalah mematikan kehendak. Karena ketika kehendak tiada, maka penderitaan
tiada.
Daftar Pustaka
Rahman, M. A., 2013, Buku
Pintar Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: IRCiSoD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar