Problematika akan selalu muncul ketika
mencoba memahami apa itu manusia. Lantas, bagaimana memahami eksistensi
manusia? Sementara pengalaman sehari-hari banyak mengungkapkan bahwa manusia
memiliki dua aspek yang ada di dalamnya, yaitu jasmani – rohani, badan – jiwa. Dengan
begitu, apakah ketika hanya terdapat badan saja atau jiwa saja maka hal
tersebut bukan manusia? Bagaimana sesungguhnya kedudukan dan hubungan antara
kedua hal tersebut? Apakah jiwa yang menguasai badan atau badan yang menentukan
jiwa? Lebih dalam lagi, bagaimana pengaruh keduanya dalam memandang alam? apakah
ada jiwa yang lain? bagaimanakah kondisi jiwa, berubah atau tetap? Lalu,
bagaimana perihal kesadaran yang disebut-sebut sebagai hal yang manusiawi? Atau
jangan-jangan robot pun dapat lebih manusiawi dari manusia?
Dalam menjawab pertanyaan di atas, terdapat
dua perspektif: dualisme dan monisme. Dalam perspektif dualisme dimulai oleh Cartesian:
bahwa di dalam manusia terdapat dua unsur yaitu res cogitan (jiwa atau akal) dan
res extanza (tubuh atau materi). Lalu
dari pandangan tersebut muncullah dua aliran: interaksionisme (pandangan bahwa
jiwa dan badan adalah hal yang terpisah, berbeda, dan saling berinteraksi) dan paralelisme
(pandangan bahwa jiwa dan badan tidak terikat satu sama lain dan berjalan
secara bersamaan, tidak berinteraksi.
Perspektif monisme sendiri menolak
pandangan dualisme dan lebih menekankan pada salah satu hal. Fisikalisme atau
materialisme berpandangan bahwa yang ada hanyalah materi atau tubuh, dan
manusia dapat dijelaskan melalui sisi materi saja, sehingga realitas hanyalah
materi. Sementara itu, terdapat pandangan idealisme di mana yang ada hanyalah
jiwa, spirit, akal, atau aktivitas mental saja, sehingga realitas dibentuk oleh
sesuatu yang immaterial.
Dalam mengatasi dua hal tersebut terdapat
pandangan fenomenologis terhadapnya, yaitu jiwa yang menubuh dan tubuh yang
menjiwa. Dengan demikian, secara ontologis semua aspek manusia tersebut
diterima sebagai sesuatu yang secara ontis sejajar, saling mengandaikan, saling
membentuk.
Dapat disimpulkan, tidak ada kegiatan
manusia yang terjadi tanpa pengaruh badan, namun sekaligus kegiatan khas manusiawi
juga tidak secara kuat dapat dipahami maupun dijelaskan dengan
pengandaian-pengandaian materiil saja. Dengan demikian, materi saja tidak mampu
mencapai taraf kegiatan yang khas manusiawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar