Filsafat sosial adalah filsafat manusia yang
dikaji dalam dimensi sosialnya. Dengan kata lain, filsafat sosial mencoba untuk
mengkaji hakikat persekutuan hidup manusia. Filsafat sosial terdiri dari kritik
sosial, futurologi, dan etika sosial.
Dalam filsafat sosial, para pemikir memiliki
pandangan yang berbeda-beda, terutama asumsinya mengenai manusia; contohnya
Aristoteles yang berpandangan bahwa manusia adalah zoon politicon (hewan yang berpolitik/bersosial), Driyarkara
berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan pengakuan dari
sesamanya, dan Marx berpandangan bahwa manusia adalah homo faber (hewan yang bekerja).
Para pemikir tersebut sebenarnya mencari
sosialitas dari manusia yaitu bagaimana hubungan antar manusia terjadi.
Sosialitas perlu dibedakan dengan sosietas, yang mana sosietas adalah keunikan
dari lingkup sosial seperti agama, keluarga, negara, dan kultural. Dapat
dikatakan hubungan antar manusia menyintesiskan sosietas yang memiliki sifat tersendiri.
Secara umum, sosialitas dapat dibagi menjadi dua: sosialitas rasional, yaitu
patembayan, yang interaksinya di dasarkan pada prinsip keuntungan seperti
masyarakat dagang; sosialitas emosional, yaitu paguyuban, yang interaksinya di
dasarkan pada kedekatan emosional maupun genetik seperti masyarakat desa dan
adat.
Macam Sosietas
Sosietas terkecil adalah keluarga, itulah
mengapa intimitas dan personalitas terasa kuat dalam sosietas keluarga.
Hubungan yang merupakan partnership
sangat ditonjolkan dalam sosietas keluarga. Sayangnya, sedikit sekali pemikir
yang membahas tentang keluarga; beberapa contohnya adalah Marx yang menganggap
keluarga adalah kelas sosial yang dilembagakan sehingga melemahkan perjuangan
kelas dan Beauvoir yang menganggap keluarga adalah hal menghambat potensi
perempuan.
Sosietas selanjutnya adalah sosietas kultural.
Sosietas ini terbentuk karena kesamaan identitas fisik (materiil, bentuk wajah,
kebiasaan, wilayah, dll.). Sosietas kultural ini nantinya mencoba untuk
melestarikan identitasnya sendiri (konvensional). Pembahasan mengenai sosietas
ini merupakan perpaduan antara filsafat sosial dan filsafat budaya.
Sosietas selanjutnya adalah sosietas negara.
Sosietas ini menekankan pada kesejahteraan bersama. Sosietas ini dibentuk secara
praksis dan rasional. Pembahasan mengenai sosietas ini merupakan perpaduan
antara filsafat sosial dan filsafat politik.
Sosietas selanjutnya adalah sosietas agama
atau religi. Sosietas ini terbentuk karena kepercayaan terhadap hal yang
transendental. Dengan kata lain, manusia merasa kecil di hadapan entitas
tertentu (tremendum et fascinosum).
Masyarakat religi memiliki harapan kesejahteraan mutlak yang merupakan hal
ideal; mereka mencoba untuk mewujudkannya.
Tidak hanya berhenti di sosietas agama, ternyata
terdapat suatu anomali dalam sosietas. Anomali muncul sebanyak satu persen dari
seluruh realitas yang ada, hal ini merupakan keterpilahan secara konseptual di
mana manusia biasa tidak menyadarinya. Pembahasan perihal anomali dapat dilihat
pada karya Zizek tentang fantasi dan Baudrillard tentang simulacra.
Realitas Sosial
Dalam melihat realitas sosial manusia,
individu dan masyarakat selalu di pertimbangkan. Hal ini tidak menutup
kemungkinan munculnya suatu kecondongan tertentu terhadap dua variabel
tersebut. Realitas sosial dapat dipandang dari tiga cara: perenial, historis,
unsur baru.
Perenial adalah cara pandang yang statis.
Statis karena mencari struktur dari asumsi yang ideal. Ideal di sini merupakan
keteraturan yang adi manusiawi. Sayangnya, hal konkret tidak begitu
dipedulikan. Sebagai contoh, Agustinus yang menjabarkan konsep Kerajaan Tuhan
dan Kerajaan manusia.
Prinsip Sosial
Terdapat dua prinsip sosial menurut Rawls:
prinsip persamaan dan prinsip ketidaksamaan. Prinsip kesamaan adalah prinsip
yang merupakan dasar dari kebebasan manusia yang membuat manusia mau
berkehendak. Prinsip ketidaksamaan adalah hasil dari tindakan manusia, secara
sosial dan ekonomi pasti memiliki ketidaksamaan, sesuai dengan usaha
masing-masing.
Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah kondisi di mana
terdapat berbagai kultur dalam suatu masyarakat. Terdapat tiga macam
multikulturalisme: melting pot, salad bowl, dan mozaic. Melting pot
adalah konsep di mana perbedaan dalam masyarakat melebur menjadi satu identitas
baru yang unik dan berbeda dari sebelum peleburan. Salad bowl adalah konsep di mana perbedaan dalam masyarakat dibiarkan
berbeda namun hak masing-masing kultur tetap di pertahankan. Mozaic adalah konsep di mana perbedaan
dalam masyarakat di susun sedemikian rupa hingga memiliki pola tertentu yang
harmoni.
Konflik Sosial
Identitas sangatlah diperlukan untuk
membedakan diri dengan yang lain, baik secara fisik maupun mental. Dalam upaya
untuk membedakan diri tersebut, dilakukanlah proses labeling, yang mana
labeling adalah menilai sesuatu hal dengan standar sendiri dan standar pribadi.
Labeling dapat membentuk suatu keyakinan stereotip terkadang diskriminatif
apabila dilakukan berbarengan dengan tindakan tertentu yang mendiskreditkan dan
menyingkirkan suku lain. Dengan kata lain, labeling menciptakan suatu jarak
sosial; sejauh mana suatu etnis menerima etnis lain di lingkungannya.
Labeling memunculkan suatu prasangka perbedaan
mutlak, mayoritas yang menguasai minoritas, stereotip, dan superioritas. Tentu labeling
juga menciptakan konflik dengan munculnya social
inferiority. Konflik disebabkan
oleh—namun tidak terbatas pada—empat hal: perbedaan yang merugikan, tidak ada
interaksi maupun komunikasi, hierarki relasi yang terlalu kaku, kelangkaan
sumber daya alam dan kesalahan distribusinya.
Konflik sendiri dapat dilihat dalam dua
perspektif, secara alamiah maupun dalam kepentingan. Terdapat tiga paradigma
konflik sosial: primordialis, instrumentalis, dan konstruktivis. Primordialis
berpandangan bahwa konflik berawal secara alamiah (identitas alamiah) yang
kemudian melahirkan benturan kepentingan konvensional. Instrumentalis
berpandangan bahwa konflik sosial memakai identitas alamiah sebagai alat untuk
menutupi kepentingan tertentu. Konstruktivis berpandangan bahwa identitas
kelompok bersifat luwes, yang kemudian membentuk relasi pergaulan sosial.
Feminisme
Feminisme adalah suatu konsep yang berkutat
pada permasalahan gender dan perempuan. Secara garis besar, terdapat dua macam
feminisme; feminisme natural yang berlandaskan argumentasi hormonal dan
struktur fungsional, dan; feminisme nurtural yang berlandaskan argumentasi
konstruksi sosial dan teori konflik. Contoh spesifik dari feminisme natural
adalah ecofeminisme yang menekankan pada kekhasan sifat perempuan, sementara
untuk feminisme nurtural adalah feminisme liberal, sosialis-marxis, dan
radikal.
Feminisme radikal berpandangan bahwa
problematika perempuan disebabkan oleh dominasi laki-laki, dengan demikian
perempuan harus bersatu untuk melawan dominasi laki-laki. Feminisme liberal
berpandangan bahwa problematika dapat hilang dengan melakukan pembebasan
perempuan dan kesetaraan gender. Feminisme sosialis-marxis berpandangan bahwa
aktualisasi perempuan dibatasi, salah satunya karena keberadaan keluarga, dengan
demikian perempuan harus melakukan perjuangan kelas melawan laki-laki untuk
menghapus kelas, terutama keluarga.
Berbeda dari semuanya, ecofeminisme memiliki
pandangan yang jauh berbeda. Ecofeminisme menekankan pada ciri khas wanita.
Bagi ecofeminisme, konflik selama ini bukan karena penindasan laki-laki, namun
karena perempuan tidak mengerti ciri khas dan kemampuannya. Perbedaan antara
laki-laki dan perempuan di biarkan berbeda, sesuai dengan ciri khas
masing-masing, namun bekerja sama untuk mewujudkan cita-cita bersama, menuju
keharmonisan gender.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar