Secara
umum, berdasarkan asal usul kata, kosmologi berasal dari dua kata:
cosmos+logos. Cosmos berarti harmoni, keteraturan, atau alam semesta, sementara
logos berarti kata, akal, atau ilmu.
Secara
spesifik, kosmologi dapat diartikan sebagai ilmu mengenai alam semesta. Ilmu di
sini dapat berati mengenai keteraturan alam, maupun unsur-unsur beserta
struktur alam semesta.
Dalam
prakteknya, makna kosmologi berpisah menjadi dua hal: kosmologi saintifik dan
kosmologi metafisik. Kosmologi saintifik dilandasi dengan model berpikir yang
relatif dan eksperimental, sementara kosmologi metafisik dilandasi dengan model
berpikir yang spekulatif dan filosofis.
Jika
di lacak secara historis, kosmologi yang muncul pertama kali adalah kosmologi
metafisik. Kosmologi metafisik didahului oleh kosmogoni-kosmogoni—yaitu cerita
kuno perihal asal mula alam semesta—yang muncul dalam proses kultural di dalam
masyarakat. Nafas perjuangan kosmologi metafisik adalah mencari penjelasan yang
lebih masuk akal, daripada sekadar cerita kuno yang penuh mistis dan misteri.
Perkembangan
teknologi dan sains memberikan perubahan paradigma yang signifikan. Metode
ilmiah menyergap kosmologi sehingga berwatak saintifik, observatif, dan
eksperimental. Kemudian muncullah berbagai pergerakan untuk melepaskan
kosmologi dari filsafat.
Pada
dasarnya filsafat dan ilmu memang berbeda, namun bukan berarti mereka incompatible. Filsafat yang lebih
spekulatif dan holistik, tidak berbenturan secara kontradiktori dengan ilmu
yang relatif dan eksperimental. Justru tujuan mereka sama, mencari kebenaran.
Dengan demikian, mereka dapat bersama-sama pula mengembangkan diskursus
kosmologi.
Catatan: Tulisan ini adalah tugas mata kuliah Kosmologi di Fakultas Filsafat UGM
Catatan: Tulisan ini adalah tugas mata kuliah Kosmologi di Fakultas Filsafat UGM