Malam sepi, malam sunyi.
Kelam yang tidak berarti.
Suara yang tenggelam, jauh, di dasar hati.
Suara yang tenggelam, jauh, di dasar hati.
Tetapi salahku juga.
Kini kata tak bernyawa.
Aku kalah, juga murka.
Seperti surya memaki sinarnya.
Aku kalah, juga murka.
Seperti surya memaki sinarnya.
Polos mata sudah sirna.
Penyangga asa patah jua.
Bertanya dia kepada siapa.
Sempurna apa tetap mulia.
Bertanya dia kepada siapa.
Sempurna apa tetap mulia.
Lidahku kini, menyendiri.
Telingaku sedih, merasa sepi.
Paru-paru besi, menjadi saksi.
Jantung berhenti, nyawa kembali.
Paru-paru besi, menjadi saksi.
Jantung berhenti, nyawa kembali.
Dini hari, waktu menyepi.
Dalam sunyi, kusapa pagi.
Rindu hati, tak tahan lagi.
Ingin ku kecup, esok hari.
Rindu hati, tak tahan lagi.
Ingin ku kecup, esok hari.
Kokok ayam, saat sendiri.
Melukis angin, berharap pergi.
Indah tawamu, damaikan hati.
Buat hariku, tak kalut lagi.
Indah tawamu, damaikan hati.
Buat hariku, tak kalut lagi.
Bunda Maria, malam kudus.
Dalam doa, tiada putus.
Hatiku hangus, serta pupus.
Saat jalan, menyusuri kampus.
Hatiku hangus, serta pupus.
Saat jalan, menyusuri kampus.
Ini puisi, tak punya akhir.
Hanya kata, bukan souvenir.
Bimbang hati, kala berdesir.
Lihat air mata, mulai mengalir.
Bimbang hati, kala berdesir.
Lihat air mata, mulai mengalir.
Nabi-nabi, mulai berdzikir.
Dengan wiski, dan segelas bir.
Bukan tercela, lagi kafir.
Tak mengapa, asal tak kikir.
Bukan tercela, lagi kafir.
Tak mengapa, asal tak kikir.
Detik waktu, biarlah lalu.
Tak ada senyum, hatiku pilu.
Bukan malu, ataulah ragu.
Dalam diammu, aku terganggu.
Bukan malu, ataulah ragu.
Dalam diammu, aku terganggu.
Matamu adalah jiwa.
Hidungmu merupa senja.
Pipimu merona jingga.
Kulitmu laksana sutra.
Pipimu merona jingga.
Kulitmu laksana sutra.
Jangan menangis kasih.
Rebah badanmu, janganlah sedih.
Hatiku semakin perih.
Tatkala hilang senyummu kasih.
Hatiku semakin perih.
Tatkala hilang senyummu kasih.
Bebaskanlah dirimu dariku.
Tak ada yang mampu aku persembahkan padamu.
Belum juga kau bermandikan abu,
Kau telah lama mati, selama dengan diriku.
Belum juga kau bermandikan abu,
Kau telah lama mati, selama dengan diriku.
Mungkin kini kau belum merasakannya,
Karena saat ini kau dibakar api asmara.
Tetapi saat kau lebur dengan tawa dunia,
Kembali hilang cahaya terangmu di mata.
Kembali hilang cahaya terangmu di mata.
Kembali lagi rasa sepi kepadaku.
Kepedihan menepi lagi pada ragaku.
Dulu aku merasa kehilanganmu adalah neraka.
Kini diriku hilang dari dekapku, dan kau kini musnah pula.
Kepedihan menepi lagi pada ragaku.
Dulu aku merasa kehilanganmu adalah neraka.
Kini diriku hilang dari dekapku, dan kau kini musnah pula.
Mungkin hanya rasa sendiri yang membuatku hidup.
Bukan asap rokok, botol-botol ciu, atau udara yang kuhirup.
Mungkin hanya dalam sepi aku tidak meredup.
Bukan dalam onani pikiran diskursus filsafati tertutup.
Bukan asap rokok, botol-botol ciu, atau udara yang kuhirup.
Mungkin hanya dalam sepi aku tidak meredup.
Bukan dalam onani pikiran diskursus filsafati tertutup.
Akhir dari hari bukanlah ketika malam merapat pada langit.
Dan awal malam kelam bukan saat burung-burung bebas berhenti bernyanyi.
Mungkin mentari bertukar tempat dengan rembulan yang pucat pasi.
Tetapi bintang-bintang yang semula tersembunyi kembali menari.
Dan awal malam kelam bukan saat burung-burung bebas berhenti bernyanyi.
Mungkin mentari bertukar tempat dengan rembulan yang pucat pasi.
Tetapi bintang-bintang yang semula tersembunyi kembali menari.
Pujangga-pujangga pemuja cahaya rembulan mencintai sinar yang menerangi.
Tanpa menghiraukan kegelapan malam yang membuatnya menjadi.
Pujangga-pujangga buta kurang memahami, keindahan sunyi di dalam kelam malam sepi.
Tanpa menghiraukan kegelapan malam yang membuatnya menjadi.
Pujangga-pujangga buta kurang memahami, keindahan sunyi di dalam kelam malam sepi.
Seperti hitam malam, kasihku, aku bukanlah penerang jiwamu.
Tetapi karena gelap jiwakulah, hatimu menjadi tenang dalam tidurmu.
Seperti kenyataan suram kehidupan, kasihku, aku tidaklah menakutkan.
Tetapi karena rangkaku yang buruk lupa inilah, kau memahami makna keindahan.
Tetapi karena gelap jiwakulah, hatimu menjadi tenang dalam tidurmu.
Seperti kenyataan suram kehidupan, kasihku, aku tidaklah menakutkan.
Tetapi karena rangkaku yang buruk lupa inilah, kau memahami makna keindahan.
Aku tidak takut pada lolongan anjing saat kau lelap bermimpi saat tertidur,
Aku takut pada hatimu yang mungkin akhirnya nanti berkata jujur.
Aku takut kau sadar bahwa bukanlah diriku yang kau butuhkan, sayangku.
Tetapi, aku telah lama tahu sakitnya luka akibat terlalu mengharapkan, kasihku.
Aku takut pada hatimu yang mungkin akhirnya nanti berkata jujur.
Aku takut kau sadar bahwa bukanlah diriku yang kau butuhkan, sayangku.
Tetapi, aku telah lama tahu sakitnya luka akibat terlalu mengharapkan, kasihku.
Maka karena ketakutan aku tidak ingin mengikatmu,
Tapi karena keberanian aku ingin membebaskanmu.
Mungkin karena cinta yang terlalu, aku menyayangimu,
Barangkali karena cinta pula kau nanti akan pergi meninggalkanku.
Tapi karena keberanian aku ingin membebaskanmu.
Mungkin karena cinta yang terlalu, aku menyayangimu,
Barangkali karena cinta pula kau nanti akan pergi meninggalkanku.
Nanti akan tiba hari-hari hambar tanpa tenang tatapanmu,
Nanti akan datang waktu tanpa cumbu dari keduabelah bibirmu.
Nanti akan terjadi lagi patah hati yang susah aku obati,
Nanti akan bertambah lagi lelaki yang kau benci dan kau caci.
Nanti akan datang waktu tanpa cumbu dari keduabelah bibirmu.
Nanti akan terjadi lagi patah hati yang susah aku obati,
Nanti akan bertambah lagi lelaki yang kau benci dan kau caci.
Kekasihku, aku tidak lagi menginginkan dirimu saat ini.
Tapi pada suatu waktu nanti kita akan memadu kasih lagi.
Bukan mentari yang menyinari dunia hanya dari pagi hingga sore hari,
Kaulah purnamaa malamku yang akan selalu aku rindu dan aku nanti.
Tapi pada suatu waktu nanti kita akan memadu kasih lagi.
Bukan mentari yang menyinari dunia hanya dari pagi hingga sore hari,
Kaulah purnamaa malamku yang akan selalu aku rindu dan aku nanti.
Suatu saat nanti, kau dan aku akan abadi,
Semua kata-kata menjelma menjadi kebenaran sejati.
Saat ini aku hanya bisa menawarkan lembaran-lembaran kotor penuh puisi,
Tetapi nanti, kasihku, kita akan bercinta hingga malam bersatu pagi.
Semua kata-kata menjelma menjadi kebenaran sejati.
Saat ini aku hanya bisa menawarkan lembaran-lembaran kotor penuh puisi,
Tetapi nanti, kasihku, kita akan bercinta hingga malam bersatu pagi.
Kasihku yang kusayang namun juga yang kurindu.
Bukan hati laki-laki jika tak mampu bangkit dari mimpi.
Bukan jiwa kesatria jika takut akan derita.
Kasihku, aku mencintaimu namun aku membebaskanmu.
Bukan hati laki-laki jika tak mampu bangkit dari mimpi.
Bukan jiwa kesatria jika takut akan derita.
Kasihku, aku mencintaimu namun aku membebaskanmu.
Ufuk mentari mulai datang dari timur, membawa kabut bersama bayang masa lalu yang semu.
Semut-semut merah mulai gila lalu marah, saatku tak mampu menahan kesal lantaran dirimu ku lepaskan.
Semut-semut merah mulai gila lalu marah, saatku tak mampu menahan kesal lantaran dirimu ku lepaskan.
Demi Eros yang cinta pada Athena.
Demi Zeus yang perkasa, namun lemah pada kesendirian.
Demi masa. Sesungguhnya aku dalam kerugian.
Melepas mimpi indah dan berteman kesedihan.
Demi Zeus yang perkasa, namun lemah pada kesendirian.
Demi masa. Sesungguhnya aku dalam kerugian.
Melepas mimpi indah dan berteman kesedihan.
Kata-kata mulai habis, dan cintaku padamu terasa menipis.
Hancur sudah semua angan yang kurangkai di jagat raya.
Pasrah pada batu dan debu yang terbang liar.
Terhempas angin, tersapu ombak, ditenggelamkan derita.
Hancur sudah semua angan yang kurangkai di jagat raya.
Pasrah pada batu dan debu yang terbang liar.
Terhempas angin, tersapu ombak, ditenggelamkan derita.
Tidur yang nyenyak wanita pecinta seni dan puisi.
Tenggelam dalam lautan sajak dan kumpulan rima-rima.
Tidur yang nyenyak wanita perindu sastra.
Mabuk akan syair-syair cinta yang tak pernah engkau rasa.
Tenggelam dalam lautan sajak dan kumpulan rima-rima.
Tidur yang nyenyak wanita perindu sastra.
Mabuk akan syair-syair cinta yang tak pernah engkau rasa.
Oleh: Aldo Muhes dan Muhammad Nur Alam Tejo
Saksi: AA Miki (Burjo Maharasa 12)
(CP Nur)
Line: 15_alam
Twitter: @striker_15
IG: 15_striker
FB: Alam Tejo
Path: Muhammad Nur Alam
Twitter: @striker_15
IG: 15_striker
FB: Alam Tejo
Path: Muhammad Nur Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar