Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

Malam yang campur aduk, sesuai dengan nasi goreng traktiran dari seorang sahabat yang merangkap sebagai Imam Besar Feel Good @aldomuhes. Mengapa campur aduk? Karena banyak hal yang bisa diambil pelajaran pada malam sampai pagi hari ini. Pembahasan yang nyeleneh sampai ilmiah terjadi malam sampai dini hari.

Pembahasan mengenai peradaban manusia jauh sebelum menjadi makhluk bipedal, sampai pembahasan teori post mbuhismenya Aldo Muhes. Apa yang aku dapat malam ini merupakan suatu pencerahan baru yang memperluas cakrawala pengetahuan dan juga spiritualitasku dalam menjalani  kehidupan ini. Dan, yang terpenting Aku mulai mengerti keinginan-keinginan yang ingin Aku cari dalam proses pengembangan diri.

Bicara pengembangan diri Aku amat sangat tertarik pada teori post mbuhismenya Aldo Muhes. Bagaimana bisa Aku tidak tertarik pada teori yang unik, tengil, urakan, dan mengandung unsur-unsur kebahagian. Teori yang sudah melewati ketidaktahuan mana yang penting untuk dibahas, mana yang sudah tidak relevan untuk dibahas. Teori yang menurut interpretasi saya merupakan hal baru dalam berfilsafat. Memadukan gaya Urakan ala Nietzsche, Rasionalitas tajam khas Rene Descartes, dan Spiritualitas Sufi macam Jalaludin Rumi. Entah apa landasan saya berkata begitu, yang jelas selama diskusi saya manut-manut setuju dengan beliau.

    Entah apa yang Tuhan ingin sampaikan melalui Aldo Muhes ini. Kenapa saya tiba-tiba datang ke warung kopi padahal saya sudah dalam posisi yang nyaman untuk tidur. Kegelisahan mengenai keraguan pada "Yang Maha" masih tumbuh pada pikiran saya. Namun, ada semacam "pisau" yang diberikan pada diri saya untuk menjadi senjata dalam menemukan cahaya-cahaya di antara belukar yang pekat.

Saya hakkul yakin bahwa ketika beribadah pada Tuhan, sekaligus meragukan perintah dan laranganNya, saya dapat mengembangkan diri saya jauh lebih dalam dari orang biasanya. Mengutip dari Sudjiwo Tedjo dalam lagunya "Jancuk" untuk menghilangkan dasar-dasar agar kehidupan lebih dalam, maju maju maju tapi jangan lupa mundur agar hidup tidak kabur, mundur mundur mundur tapi jangan lupa maju agar hidup tidak terkubur. Begitulah kira-kira kata-katanya.

Menghilangkan dasar agar hidup lebih dalam. Benar juga saya pikir. Selama ini hidup saya terlalu terpatok pada dasar-dasar teori yang belum teruji kebenarannya. Hidup terbatasi dengan norma dan etika yang merampas kebebasan spiritual diri saya dalam berkomunikasi dengan Tuhan. Padahal saya merasa dekat dengan Tuhan bukan janya dari sholat semata, melainkan pergi ke kosan teman meneguk alkohol gelas demi gelas kemudian hilang norma-norma dalam diri saya lalu pikiran saya terbang berkomunikasi dengan diriNya. Anda boleh percaya boleh juga tidak, terserah Anda.

Maju maju maju tapi jangan lupa mundur agar hidup tidak kabur. Menyentil sekali kalimat itu dalam benak saya. Bagaimana tidak menyentil, wong saya sedang merasakan hal tersebut saat ini. Saya terus menerus mencari apa yang kurang pada diri saya, memperbaiki hal-hal yang kurang tersebut. Bukannya malah semakin baik malah semakin hancur hidup saya. Saya lupa pada hal-hal baik yang ada pada diri saya, sibuk menambal hal-hal yang kurang, tapi lupa ada sisi baik yang diri saya punya. Duuuh, saran saya jangan melakukan kesalahan yang bodoh kaya saya!.

Mundur mundur mundur tapi jangan lupa maju agar hidup tidak terkubur. Lagi-lagi kalimat tersebut menampar pipi saya!. Saya tidak boleh terus pesismis dalam hidup. Jangan sering-sering mengeluh ini itu, sementara tidak ada tindakan konkrit untuk mewujudkan hal yang saya inginkan. Walah hidup kok bisa selucu ini yaa.

    Lamunan saya terhenti saat adzan shubuh berkumandang. Dan, otak saya teringat lelucon "walaupun hidup seribu tahun, sarjana filsafat apa gunanya(?)". Saya ingin tersenyum lebar saat ini. Mengapa? Karena saya semakin yakin tidak salah saya masuk filsafat. Saya belajar banyak hal dari orang-orang yang katanya "aneh". Saya merasa tahu lebih dalam tentang makna hidup, dan banyak yang saya pelajari dari gedung "jelek" yang kotor di kelilingingi Fakultas Hukum, FEB, dan Psikologi tersebut. Lagi-lagi saya tersenyum lebar dan ingin mengatakan keras-keras "walaupun hidup seribu tahun, kalo gak belajar filsafat apa gunanya!".

Oleh: Muhammad Nur Alam Tejo
Line: 15_alam
Twitter: @striker_15
IG: 15_striker
FB: Alam Tejo
Path: Muhammad Nur Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib