Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]


Ada 8 corak filsafat Cina modern-kontemporer
- Antroposentris-Humanis
- This worldly
- Demokratis
- Pragmatis
- Ingin tahu segala sesuatu
- Filial piety/kekerabatan
- Harmoni dan keseimbangan

Zen Budhisme

Filsafat Cina modern-kontemporer dimulai saat masuknya Zen Budhisme di Cina. Nama lain dari Zen Budhisme adalah Tibetan Budhisme yang sekarang dipimpin oleh orang bergelar Dalailama. Zen Budhisme diterima dengan mudah karena masyarakat pada saat itu sedang krisis pemikiran dan tidak puas dengan pemikiran klasik. Zen Budhisme merupakan penganut aliran Mahayana yang mengajarkan tentang Budha dan Nirwana yang diajarkan oleh para Bodhisattwa. Orang yang pertama kali mengembangkan Zen Budhisme di Cina adalah Bodhi dharma (5 M). Beliau merupakan tokoh utama, tokoh sentral dalam perkembangan Zen Budhisme di Cina.

Pada saat itu terbentuklah dikotomi dalam agama/filsafat di Cina yaitu yang populer (the great) dan yang tidak populer (the folk/the little). Untuk filsafat yang populer terdapat tiga anggota yaitu Konfusianisme, Taoisme dan Zen Budhisme. Sementara yang tidak populer merupakan sisanya seperti Mohisme dan sebagainya.

Dalam prosesnya muncul berbagai kritik terhadap Zen Budhisme dari filsafat populer lain. Kritik yang diutarakan oleh filsafat populer lain adalah Zen Budhisme hanya bersifat menghibur diri sehingga tidak menyelesaikan permasalahan ekonomi, hanya bisa dipercaya, bertentangan dengan prinsip this worldly. Dari kritik tersebut, muncul sintesis antara filsafat populer selain Zen Budhisme yang menamai dirinya Neo-Konfusianisme dan Neo-Taoisme.

Neo-Konfusianisme

Neo-Konfusianisme merupakan sintesis antara Konfusianisme dan Taoisme. Pemikiran ini muncul dalam rangka memperbaharui pemikiran Konfusius agar sesuai zaman. Selain itu juga merupakan reaksi atas kedatangan serta berkembangnya Zen Budhisme.

Inti ajaran Neo-Konfusianisme adalah manusia harus mengikuti hukum Tao dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, pemikiran ini juga berpendapat bahwa segalanya bersumber dari Tao dan Li. Selanjutnya inti ajaran ini dikembangkan oleh beberapa tokoh yang selanjutnya akan dibahas lebih lanjut.

Chou Tun Ji (1017-1073)

Tokoh ini mencoba menyintesiskan pemikiran Taoisme yaitu Tao dengan Konfusianisme yaitu Zen-Yi. Menurut beliau, Tao adalah simbol ketiadaan. Sedangkan Zen-Yi adalah simbol keberadaan.

Menurut beliau, Zen-Yi merupakan bagian dari Tao. Beliau mengganti nama Zen-Yi dengan Chi yang berarti prinsip material. Sedangkan Tao sendiri memiliki prinsip immaterial yaitu Li. Dari sini beliau menekankan bahwa kita harus mengembangkan Chi agar sesuai dengan Li. Contohnya seperti saat kita membuat meja, maka kita harus mengembangkan bentuknya agar sesuai dengan prinsip awalnya yaitu berfungsi untuk menulis.

Chang Tsai (1020-1077)

Menurut beliau, alam semesta merupakan satu kesatuan antara Li dan Chi. Selanjutnya satu kesatuan dari Li dan Chi tersebut diwujudkan, diekspresikan, dimanifestasikan dalam banyak benda di alam semesta ini.

Manusia agar bahagia maka harus berhubungan dengan benda. Dalam berhubungan dengan benda, maka manusia harus memahami Li benda. Dalam memahami Li benda, manusia harus memahami Li dan Chi dirinya sendiri. Contohnya untuk memahami sepeda motor, maka manusia harus memahami bahwa manusia membutuhkan energi (makan) sehingga sepeda motorpun juga membutuhkan energi (bensin).

Chang Ho (1032-1085)

Pemikiran beliau dipengaruhi oleh Taoisme dan Budhisme. Beliau berpendapat bahwa Jen hanya bersifat metafisik (angan-angan). Sehingga Jen memerlukan realisasi dari manusia agar menjadi konkrit. Tentu realisasi ini pasti baik karena kodrat manusia adalah baik.

Cheng Yi (1033-1107)

Beliau juga membahas Jen seperti Chang Ho. Berbeda dengan Chang Ho, menurut beliau Jen merupakan hal yang kongkrit yaitu hal yang dilakukan secara nyata. Menurut beliau Jen memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan Jen merupakan bukti dari kesatuan antara alam semesta dengan manusia.

Menurut beliau, manusia untuk mencapai kebahagiaan harus memahami Li dan Chi. Dilain sisi, manusia memiliki Jen yang di dalamnya terdapat prinsip Li dan Chi pula. Maka dari itu, manusia hendaknya memahami Li dan Chinya sendiri terlebih dahulu sebagai proses mencapai kebahagiaan.

Chu Tsi (1132-1228)

Menurut beliau alam semesta dan manusia memiliki Li dan Chi masing-masing. Untuk bahagia, manusia harus mengetahui Li dan Chinya terlebih dahulu. Namun, Li dirinya merupakan bagian dari Li yang lebih besar yaitu alam semesta. Sehingga manusia juga harus menyelidiki Li yang terdapat di dalam alam semesta. Namun pada praktiknya, manusia tetap saja menderita karena Li masih dicengkram oleh Chi. Maka dari itu, manusia harus belajar untuk melepaskan diri dari Chi terlebih dahulu.

Lu Shiang Shau / Lu Chio Yuan (1139-1193)

Menurut beliau yang nyata hanyalah Li. Chi hanya ilusi. Sehingga manusia harus mengikuti Li dan membuang jauh-jauh Chi.

Wang Yao Ming / Wang Shau Jen (1472-1529)

Melanjutkan Lu Shiang Shau bahwa manusia mempunyai pikiran. Pikiran adalah Li. Li pasti baik karena kodrat manusia adalah baik. Maka dari itu pengetahuan hendaknya menyingkirkan penghalang pikiran. Dengan cara tidak menyelidiki Chi.

Reaksi atas Neo-Konfusianisme

Dari beberapa tokoh di atas muncul beberapa tokoh yang justru mengkritik dan menentang Neo-Konfusianisme. Tokoh reaksi ini justru ingin meluruskan kembali pikiran Neo-Konfusianisme agar kembali mengikuti prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Konfusius.

Huang Hsung Tsi (1610-1695)

Beliau memulai argumennya dari fenomena bahwa negara adalah milik kaisar. Sehingga rakyat dianggap sebagai tamu. Padahal Konfusius mengajarkan bahwa negara adalah milik rakyat dan kaisar adalah pembantu yang melayani rakyat. Lalu beliau mengatakan bahwa yang dimaksud Li oleh Konfusius adalah etiket kaisar terhadap rakyatnya. Dengan merubah pandangan terdahulu bahwa Li dianggap sebagai Tata Upacara mengagungkan kaisar. Dari sini beliau mengatakan bahwa Neo-Konfusianisme telah berjalan terlalu jauh dari prinsip yang diajarkan oleh Konfusius.

Yen Yuan (1635-1784)

Beliau berpendapat bahwa Neo-Konfusianisme justru sama saja dengan Zen Budhisme yaitu tidak dapat memberikan kemajuan secara nyata karena terlalu fokus pada dunia lain. Maka dari itu beliau mencoba untuk mengembalikan Neo-Konfusianisme kepada prinsip Konfusius dengan menganjurkan pajak tanah sesuai prinsip Konfusius.

Beliau mengkritik Chu Tsi, dengan menyatakan bahwa Li dan Chi adalah satu kesatuan yang kongkrit. Sehingga mereka tidak bisa dipisahkan.

Tai Chen (1724-1777)

Beliau menolak dengan keras konsep Li karena Li merupakan sesuatu yang tidak tampak dan justru Li yang merupakan ilusi. Beliau menyatakan bahwa Li digunakan oleh penguasa untuk membodohi rakyat (dalam konteks ini Li adalah konstitusi) dan mendoktrin rakyat bahwa Li tidak boleh diubah. Dari serangkaian prosesnya akan tercipta pemerintahan yang otoriter. Padahal pemerintahan yang otoriter bukan ajaran Konfusius dan bertentangan dengan ajaran Konfusius.

Beliau mendukung penuh perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut beliau pengetahuan haruslah empiris dan rasional. Hal tersebut mengikuti prinsip yang dikemukakan oleh Konfusius dan Mencius.

Menurut beliau, Neo-Konfusianisme terlalu dipengaruhi oleh Zen Budhisme. Zen Budhisme mengajarkan bahwa manusia harus menghalangi perbuatan, menghapus hawa nafsu dan keinginan karena sumber penderitaan. Padahal Konfusius berpendapat bahwa hawa nafsu tidak boleh dihapus. Namun, hawa nafsu haruslah dikendalikan secara rasional dan disalurkan secara empiris serta baik. Dari hal tersebut beliau menyatakan bahwa Neo-Konfusianisme telah berjalan terlalu jauh dari prinsip awalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib