Svami Abhedananda
Pemikiran beliau
cenderung kembali kepada permasalahan Atman-Brahman-Maya. Beliau menekankan
bahwa realisasi diri dan kembali kepada Brahman merupakan hal yang lebih
penting.
Menurut beliau,
filsafat harus mempunyai tiga hal. Pertama adalah titik temu dari semua ilmu. Maksud
dari titik temu adalah filsafat menjadi penghubung atau menjembatani ilmu yang
ada dan menjaga agar tidak saling bertolak belakang.
Kedua adalah investigatif.
Maksud dari investigatif adalah memberikan pencerahan atau pemahaman baru dan
memecahkan permasalahan secara kongkrit.
Ketiga adalah
membimbing di realitas. Selain memecahkan permasalahan dan memberikan
pencerahan, filsafat harus memberikan arahan secara terus menerus bahkan
setelah masalah terpecahkan (menghindari masalah timbul kembali).
Untuk permasalahan
Atman-Brahman-Maya, beliau menyatakan bahwa Maya hanyalah energi yang
menghasilkan ruang, waktu, dan materi. Energi yang dihasilkan tersebut tentunya
tidak mutlak karena berubah-ubah. Energi yang mutlak terdapat pada Brahman yang
absolut, sementara Atman adalah representasi dari Brahman yang absolut pada
diri manusia. Karena Atman merupakan representasi dari Brahman, maka ketika
kita menyakiti orang lain sesungguhnya kita menyakiti diri sendiri. Hal tersebut
dikarenakan oleh Atman orang lain dan Atman kita adalah sama-sama representasi
dari Brahman yang absolut.
Ramachandra Dattatrya
Ranade
Jujur, saya pusing
membaca buku beliau dalam rangka memahami pemikiran filsafat beliau. Namun setelah
membaca buku beliau yang berjudul “The Evolution of My Own Thought” secara
berulang-ulang, saya mendapati bahwa pemikiran beliau sangatlah simple.
Sebenarnya pemikiran beliau hanya berkutat pada pencarian realitas tertinggi.
Menurut beliau, untuk
memahami realitas tertinggi, kita dapat memahaminya melalui tiga pendekatan.
Pertama adalah pendekatan kosmologis. Pendekatan kosmologis, dalam rangka
memahami realitas tertinggi, adalah pendekatan dengan cara melihat keluar yaitu
melihat ke alam semesta. Pendekatan ini digunakan oleh beberapa tokoh seperti Spinoza,
Leibniz dan Aristoteles. Contohnya Spinoza menggunakan pendekatan kosmologis
yang akhirnya berujung pada kesimpulan bahwa Tuhan adalah awal (Alpha), akhir
(Omega), dan segalanya (Konstanta). Menurut Spinoza, filsafat berawal dari
Tuhan dan berakhir pada Tuhan pula.
Kedua adalah
pendekatan psikologis. Pendekatan psikologis adalah pendekatan dengan cara
melihat ke dalam yaitu ke diri. Pendekatan ini digunakan oleh beberapa tokoh
seperti Descartes dan Plato. Contohnya Descartes menggunakan metode skeptis
metodis dengan meragukan segala hal hingga menemukan bahwa diri adalah
eksistensi yang tidak bisa diragukan. Dari pemikiran Descartes tersebut
menunjukkan bahwa kesadaran diri adalah fakta yang tak akan bisa diragukan dan
dipatahkan dan menginduksikan bahwa introspeksi serta refleksi adalah permulaan
dari proses berfilsafat yang tak bisa dibantahkan. Menurut Descartes, konsep
Tuhan hanya bisa didapatkan dari diri karena Tuhan adalah penyebab adanya diri.
Maka dari itu, menurut Descartes, kita harus mengakui bahwa Tuhan lebih
sempurna dari diri.
Ketiga adalah
pendekatan teologis. Pendekatan teologis adalah pendekatan dengan jalan melihat
langsung ke atas yaitu ke Tuhan secara langsung. Pendekatan ini digunakan oleh
beberapa tokoh seperti Thomas Aquinas dan Augustinus.
Menurut beliau, ketiga
pendekatan tersebut sesungguhnya useless dan meaningless ketika digunakan
secara partikular. Ketika kita menggunakan pendekatan kosmologis (Spinozistic)
saja, maka kita tidak menghiraukan eksistensi diri. Ketika kita menggunakan
pendekatan psikologis (Cartesian) saja, kita tidak menghiraukan eksistensi alam
semesta. Lebih parah lagi ketika kita menggunakan pendekatan teologis saja,
kita tidak menghiraukan eksistensi diri dan alam semesta.
Maka dari itu beliau
mencoba menggunakan ketiga metode tersebut secara progresif. Akhirnya beliau
menemukan, yang beliau anggap suatu evolusi atau pencerahan, bahwa sebenarnya
dirilah yang merupakan realitas tertinggi. Alam semesta dan Tuhan hanyalah
subordinasi dari diri. Maka dari itu, beliau mengedepankan metode-metode
penyadaran diri bahwa dirilah yang merupakan realitas tertinggi dan realitas yang
sesungguhnya.
Sri Aurobindo
Pemikiran Sri
Aurobindo bagi saya adalah pemikiran yang sangat menarik dan revolusioner di
sejarah filsafat India. Pemikirannya yang sangat revolusioner dan progresif,
menurut saya, adalah konsep Integral Yoga. Konsep ini menjelaskan bahwa jiwa
termanifestasi dalam proses involusi dengan hilangnya sifat-sifat awalnya. Sehingga
proses evolusi jiwa sangat diperlukan dalam proses penyadaran diri atau
penyadaran jiwa.
Beliau menyatakan
bahwa Brahman termanifestasi dalam realitas empiris yaitu “Lila” atau Tuhan yang
bergerak. Beliau menyatakan bahwa konsep Maya atau “Alam semesta adalah ilusi”
adalah useless dan meaningless. beliau menekankan bahwa alam semesta adalah
Lila yaitu manifestasi Brahman yang bergerak namun termasuk dalam realitas yang
tertinggi.
Beliau memuji teori
evolusi Darwin namun beliau mengkritik tajam pula teori tersebut. Beliau menyatakan
bahwa teori evolusi Darwin telah menjelaskan secara detail dan jelas, bagaimana
evolusi terjadi secara fisik, tetapi tidak menjelaskan alasan di baliknya. Darwin
tidak mengetahui alasan di baliknya karena dia menganggap hanya materi yang ada
dalam kehidupan dan dia melupakan aspek psikologis yang juga berperan dalam
proses evolusi. Aurobindo menyatakan bahwa hukum alam telah membuat kehidupan
berevolusi agar terlepas dari materi dan kemudian membuat pikiran berevolusi
agar terlepas dari kehidupan. Konsep integral yoga muncul atas kritiknya
terhadap evolusi Darwin. Menurut beliau manusia masih dalam tahapan pertengahan
dalam proses evolusi psikologis.
Menurut beliau jiwa
atau Satcitananda adalah sang absolut, sumber dari segala yang ada. Involusi
adalah proses manifestasi sang absolut atau ekstensi dari sang absolut. Terdapat
tiga bentuk manifestasi sang absolut yaitu mental, vital (kesadaran), dan
material.
Evolusi adalah proses
penyadaran bahwa manusia memiliki jiwa Satcitananda dan penyadaran itu adalah
tujuan dari integral yoga. Untuk menyadari hal tersebut, manusia harus mencapai
tahapan Supermind atau kesadaran yang sebenarnya.
Beliau menjelaskan terdapat
tiga makhluk sebagai hasil manifestasi sang absolut yaitu Outer Being
(Material), Inner Being (Vital), dan Psychic Being (Mental). Outer being adalah
makhluk yang bersifat fisik. Inner being adalah makhluk yang memiliki kesadaran,
makhluk yang berada diantara fisik dan mental. Psychic being adalah makhluk
yang berada pada tingkatan mental. Proses evolusi diperuntukkan Psychic being
dalam rangka menyadari adanya Central being, sesuatu yang bersifat transenden
dan tidak termasuk dalam kategori makhluk.
Lalu beliau
menjelaskan bahwa terdapat tingkatan makhluk. Berawal dari makhluk yang
bersifat fisik, lalu bersifat vital, lalu mental, lalu higher mind (pikiran
yang memiliki kecerdasan tinggi), illumined mind (pikiran yang tercerahkan),
intuition (pikiran yang mendapatkan pengetahuan secara langsung), overmind
(pikiran yang melampaui segala pengetahuan yang ada), dan tingkat paling tinggi
adalah Supermind (pikiran yang telah bersatu dengan kesadaran kosmis atau alam
semesta).
Dalam melakukan proses
evolusi, manusia memiliki hambatan yaitu berupa kebiasaan personal, kewaspadaan
partial, yang berangkat dari ketidaktahuan dan tidak ingin mengetahui. Pada umumnya
orang-orang percaya bahwa yang dinamakan diri adalah kebiasaan personal. Padahal
kebiasaan personal adalah kristalisasi dari prilaku yang telah dilakukan
berulang-ulang, sementara diri adalah yang melakukan hal tersebut.
Terdapat tiga
kesulitan mendasar dalam proses evolusi. Pertama adalah kewaspadaan diri yang
partial. Manusia pada umumnya hanya mengetahui sedikit tentang dirinya. Kedua adalah
kesadaran partial terhadap makhluk lain. Manusia pada umumnya mengetahui
lingkungannya secara partial. Ketiga berada diantara kekuatan dan kesadaran. Manusia
pada umumnya percaya bahwa kekuatan mereka dalam berperilaku adalah kesadaran.
Ketidaktahuan adalah
sumber dari segala kejahatan dan kesalahan. Bahkan ketidaktahuan dapat
membuatmu tidak ingin mengetahui lebih lanjut tentang sesuatu hal.
Dari ketiga hambatan
tersebut, kita dapat melakukan transformasi untuk terlepas dari ketiga hambatan
tersebut. Terdapat tiga transformasi yang harus dilakukan secara bersamaan. Pertama
adalah Psychicisation. Bentuk transformasi ini adalah transformasi ke dalam. Cirinya
adalah memakai kesadaran penuh dalam bertindak dan berpikir mendalam sebelum
bertindak.
Kedua adalah Spiritualisasi.
Bentuknya adalah transformasi ke atas. Cirinya adalah melandasi kesadaran
secara penuh bahwa Tuhan eksis dalam setiap perilaku.
Ketiga adalah Supramentalisasi.
Bentuknya adalah transformasi ke luar. Cirinya adalah melakukan sesuatu secara
sadar dan sesuai dengan pikirannya. Namun, orang-orang sering merasa telah
mencapai tingkat Supermind. Padahal dia proses menuju Supermind, sehingga
pengetahuan yang belum bersifat holistik mereka anggap telah holistik. Dan hal
ini banyak terjadi pada sebagian orang yang justru menyebabkan kehancuran
spiritual dan kemunduran mental menjadi
ketidaktahuan.
Dalam praktiknya Aurobindo
tidak menyuruh kita untuk meditasi statis, namun dinamis. Perilaku yang nyata
dan memberi efek yang baik kepada lingkungan adalah salah satu meditasi dan
merupakan meditasi tertinggi, menurut beliau. Sehingga, proses menuju Supermind
dan menyadari central being atau sang absolut adalah dengan cara bertindak
secara nyata dan memberi efek positif secara langsung kepada lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar