Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

Svami Abhedananda

Pemikiran beliau cenderung kembali kepada permasalahan Atman-Brahman-Maya. Beliau menekankan bahwa realisasi diri dan kembali kepada Brahman merupakan hal yang lebih penting.

Menurut beliau, filsafat harus mempunyai tiga hal. Pertama adalah titik temu dari semua ilmu. Maksud dari titik temu adalah filsafat menjadi penghubung atau menjembatani ilmu yang ada dan menjaga agar tidak saling bertolak belakang.

Kedua adalah investigatif. Maksud dari investigatif adalah memberikan pencerahan atau pemahaman baru dan memecahkan permasalahan secara kongkrit.

Ketiga adalah membimbing di realitas. Selain memecahkan permasalahan dan memberikan pencerahan, filsafat harus memberikan arahan secara terus menerus bahkan setelah masalah terpecahkan (menghindari masalah timbul kembali).

Untuk permasalahan Atman-Brahman-Maya, beliau menyatakan bahwa Maya hanyalah energi yang menghasilkan ruang, waktu, dan materi. Energi yang dihasilkan tersebut tentunya tidak mutlak karena berubah-ubah. Energi yang mutlak terdapat pada Brahman yang absolut, sementara Atman adalah representasi dari Brahman yang absolut pada diri manusia. Karena Atman merupakan representasi dari Brahman, maka ketika kita menyakiti orang lain sesungguhnya kita menyakiti diri sendiri. Hal tersebut dikarenakan oleh Atman orang lain dan Atman kita adalah sama-sama representasi dari Brahman yang absolut.

Ramachandra Dattatrya Ranade

Jujur, saya pusing membaca buku beliau dalam rangka memahami pemikiran filsafat beliau. Namun setelah membaca buku beliau yang berjudul “The Evolution of My Own Thought” secara berulang-ulang, saya mendapati bahwa pemikiran beliau sangatlah simple. Sebenarnya pemikiran beliau hanya berkutat pada pencarian realitas tertinggi.

Menurut beliau, untuk memahami realitas tertinggi, kita dapat memahaminya melalui tiga pendekatan. Pertama adalah pendekatan kosmologis. Pendekatan kosmologis, dalam rangka memahami realitas tertinggi, adalah pendekatan dengan cara melihat keluar yaitu melihat ke alam semesta. Pendekatan ini digunakan oleh beberapa tokoh seperti Spinoza, Leibniz dan Aristoteles. Contohnya Spinoza menggunakan pendekatan kosmologis yang akhirnya berujung pada kesimpulan bahwa Tuhan adalah awal (Alpha), akhir (Omega), dan segalanya (Konstanta). Menurut Spinoza, filsafat berawal dari Tuhan dan berakhir pada Tuhan pula.

Kedua adalah pendekatan psikologis. Pendekatan psikologis adalah pendekatan dengan cara melihat ke dalam yaitu ke diri. Pendekatan ini digunakan oleh beberapa tokoh seperti Descartes dan Plato. Contohnya Descartes menggunakan metode skeptis metodis dengan meragukan segala hal hingga menemukan bahwa diri adalah eksistensi yang tidak bisa diragukan. Dari pemikiran Descartes tersebut menunjukkan bahwa kesadaran diri adalah fakta yang tak akan bisa diragukan dan dipatahkan dan menginduksikan bahwa introspeksi serta refleksi adalah permulaan dari proses berfilsafat yang tak bisa dibantahkan. Menurut Descartes, konsep Tuhan hanya bisa didapatkan dari diri karena Tuhan adalah penyebab adanya diri. Maka dari itu, menurut Descartes, kita harus mengakui bahwa Tuhan lebih sempurna dari diri.

Ketiga adalah pendekatan teologis. Pendekatan teologis adalah pendekatan dengan jalan melihat langsung ke atas yaitu ke Tuhan secara langsung. Pendekatan ini digunakan oleh beberapa tokoh seperti Thomas Aquinas dan Augustinus.

Menurut beliau, ketiga pendekatan tersebut sesungguhnya useless dan meaningless ketika digunakan secara partikular. Ketika kita menggunakan pendekatan kosmologis (Spinozistic) saja, maka kita tidak menghiraukan eksistensi diri. Ketika kita menggunakan pendekatan psikologis (Cartesian) saja, kita tidak menghiraukan eksistensi alam semesta. Lebih parah lagi ketika kita menggunakan pendekatan teologis saja, kita tidak menghiraukan eksistensi diri dan alam semesta.

Maka dari itu beliau mencoba menggunakan ketiga metode tersebut secara progresif. Akhirnya beliau menemukan, yang beliau anggap suatu evolusi atau pencerahan, bahwa sebenarnya dirilah yang merupakan realitas tertinggi. Alam semesta dan Tuhan hanyalah subordinasi dari diri. Maka dari itu, beliau mengedepankan metode-metode penyadaran diri bahwa dirilah yang merupakan realitas tertinggi dan realitas yang sesungguhnya.

Sri Aurobindo

Pemikiran Sri Aurobindo bagi saya adalah pemikiran yang sangat menarik dan revolusioner di sejarah filsafat India. Pemikirannya yang sangat revolusioner dan progresif, menurut saya, adalah konsep Integral Yoga. Konsep ini menjelaskan bahwa jiwa termanifestasi dalam proses involusi dengan hilangnya sifat-sifat awalnya. Sehingga proses evolusi jiwa sangat diperlukan dalam proses penyadaran diri atau penyadaran jiwa.

Beliau menyatakan bahwa Brahman termanifestasi dalam realitas empiris yaitu “Lila” atau Tuhan yang bergerak. Beliau menyatakan bahwa konsep Maya atau “Alam semesta adalah ilusi” adalah useless dan meaningless. beliau menekankan bahwa alam semesta adalah Lila yaitu manifestasi Brahman yang bergerak namun termasuk dalam realitas yang tertinggi.

Beliau memuji teori evolusi Darwin namun beliau mengkritik tajam pula teori tersebut. Beliau menyatakan bahwa teori evolusi Darwin telah menjelaskan secara detail dan jelas, bagaimana evolusi terjadi secara fisik, tetapi tidak menjelaskan alasan di baliknya. Darwin tidak mengetahui alasan di baliknya karena dia menganggap hanya materi yang ada dalam kehidupan dan dia melupakan aspek psikologis yang juga berperan dalam proses evolusi. Aurobindo menyatakan bahwa hukum alam telah membuat kehidupan berevolusi agar terlepas dari materi dan kemudian membuat pikiran berevolusi agar terlepas dari kehidupan. Konsep integral yoga muncul atas kritiknya terhadap evolusi Darwin. Menurut beliau manusia masih dalam tahapan pertengahan dalam proses evolusi psikologis.

Menurut beliau jiwa atau Satcitananda adalah sang absolut, sumber dari segala yang ada. Involusi adalah proses manifestasi sang absolut atau ekstensi dari sang absolut. Terdapat tiga bentuk manifestasi sang absolut yaitu mental, vital (kesadaran), dan material.

Evolusi adalah proses penyadaran bahwa manusia memiliki jiwa Satcitananda dan penyadaran itu adalah tujuan dari integral yoga. Untuk menyadari hal tersebut, manusia harus mencapai tahapan Supermind atau kesadaran yang sebenarnya.

Beliau menjelaskan terdapat tiga makhluk sebagai hasil manifestasi sang absolut yaitu Outer Being (Material), Inner Being (Vital), dan Psychic Being (Mental). Outer being adalah makhluk yang bersifat fisik. Inner being adalah makhluk yang memiliki kesadaran, makhluk yang berada diantara fisik dan mental. Psychic being adalah makhluk yang berada pada tingkatan mental. Proses evolusi diperuntukkan Psychic being dalam rangka menyadari adanya Central being, sesuatu yang bersifat transenden dan tidak termasuk dalam kategori makhluk.

Lalu beliau menjelaskan bahwa terdapat tingkatan makhluk. Berawal dari makhluk yang bersifat fisik, lalu bersifat vital, lalu mental, lalu higher mind (pikiran yang memiliki kecerdasan tinggi), illumined mind (pikiran yang tercerahkan), intuition (pikiran yang mendapatkan pengetahuan secara langsung), overmind (pikiran yang melampaui segala pengetahuan yang ada), dan tingkat paling tinggi adalah Supermind (pikiran yang telah bersatu dengan kesadaran kosmis atau alam semesta).

Dalam melakukan proses evolusi, manusia memiliki hambatan yaitu berupa kebiasaan personal, kewaspadaan partial, yang berangkat dari ketidaktahuan dan tidak ingin mengetahui. Pada umumnya orang-orang percaya bahwa yang dinamakan diri adalah kebiasaan personal. Padahal kebiasaan personal adalah kristalisasi dari prilaku yang telah dilakukan berulang-ulang, sementara diri adalah yang melakukan hal tersebut.

Terdapat tiga kesulitan mendasar dalam proses evolusi. Pertama adalah kewaspadaan diri yang partial. Manusia pada umumnya hanya mengetahui sedikit tentang dirinya. Kedua adalah kesadaran partial terhadap makhluk lain. Manusia pada umumnya mengetahui lingkungannya secara partial. Ketiga berada diantara kekuatan dan kesadaran. Manusia pada umumnya percaya bahwa kekuatan mereka dalam berperilaku adalah kesadaran.

Ketidaktahuan adalah sumber dari segala kejahatan dan kesalahan. Bahkan ketidaktahuan dapat membuatmu tidak ingin mengetahui lebih lanjut tentang sesuatu hal.

Dari ketiga hambatan tersebut, kita dapat melakukan transformasi untuk terlepas dari ketiga hambatan tersebut. Terdapat tiga transformasi yang harus dilakukan secara bersamaan. Pertama adalah Psychicisation. Bentuk transformasi ini adalah transformasi ke dalam. Cirinya adalah memakai kesadaran penuh dalam bertindak dan berpikir mendalam sebelum bertindak.

Kedua adalah Spiritualisasi. Bentuknya adalah transformasi ke atas. Cirinya adalah melandasi kesadaran secara penuh bahwa Tuhan eksis dalam setiap perilaku.

Ketiga adalah Supramentalisasi. Bentuknya adalah transformasi ke luar. Cirinya adalah melakukan sesuatu secara sadar dan sesuai dengan pikirannya. Namun, orang-orang sering merasa telah mencapai tingkat Supermind. Padahal dia proses menuju Supermind, sehingga pengetahuan yang belum bersifat holistik mereka anggap telah holistik. Dan hal ini banyak terjadi pada sebagian orang yang justru menyebabkan kehancuran spiritual  dan kemunduran mental menjadi ketidaktahuan.

Dalam praktiknya Aurobindo tidak menyuruh kita untuk meditasi statis, namun dinamis. Perilaku yang nyata dan memberi efek yang baik kepada lingkungan adalah salah satu meditasi dan merupakan meditasi tertinggi, menurut beliau. Sehingga, proses menuju Supermind dan menyadari central being atau sang absolut adalah dengan cara bertindak secara nyata dan memberi efek positif secara langsung kepada lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib