Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]



Metode Sokrates diperluas kembali oleh Plato. Perluasan metode tersebut termaktub dalam bukunya yang disebut “dialog-tengah”.

Titik-tolak

Dengan ajarannya mengenai ide-ide, ia memberikan latar belakang “idealistis” pada titik-tolak dan rencana Sokrates sebelumnya. Akan tetapi, Plato sendiri telah mengetahui, ia mengajarkan sesuatu dan menjadi guru. Sikapnya pun lebih sebagai guru bijaksana.

Dialektika

a. Dialog

Dialog adalah metode filosofis yang dianggap Plato sebagai seni manusiawi yang paling tinggi, namun pemusatan pada dialog pulalah yang menyebabkan filsafatnya tidak sistematis (seperti Aristoteles, muridnya yang tidak kalah cemerlang). Namun berbeda dengan Sokrates, bentuk dialog Plato lebih tersusun dan terarah.

b. Hipotesa

Pada dialog-dialog “tengah”, Plato menggunakan metode hipotesa untuk mencapai pada ajarannya tentang ide-ide.

ba) Perbandingan

Metode hipotesa dibandingkan Plato dengan metode ilmu-ilmu lain. Dalam ilmu-ilmu lain, hipotesa dan dalil-dalil diterima tanpa penyelidikan lebih lanjut; Plato menarik kesimpulan dari hipotesa-hipotesa dan dalil-dalil tersebut, lalu merumuskan hukum-hukum yang dapat dijabarkan dari sifat-sifat dan hukum-hukum yang dihipotesakan.

bb) Penentuan Hipotesa

Sesuai dengan metode itu, dalil-dalil yang dapat menjelaskan suatu fenomena dicari. Misalnya, bagaimana sesuatu dapat dikatakan indah? Untuk mencari jawaban itu, dapat diajukan “hipotesa” bahwa benda itu bagian dari “yang-indah”.

bc) Pemeriksaan dan Sintesa

Kemudian hipotesa itu diperiksa “ke bawah”. Hipotesa diverifikasi secara sederhana dengan cara mencari ada atau tidaknya pertentangan dengan realitas. Suatu hipotesa dapat dibenarkan, serta dapat ditarik kesimpulan, apabila suatu benda sifatnya hanya terkandung dalam satu ide saja. Misal, jiwa mustahil tidak terikat dengan ide “hidup”, dan ia tidak “mati”. Apabila hipotesa dibenarkan maka segala kesimpulan khusus dapat dijabarkan. “Deduksi” itu disebut “sintesa”.

bd) Analisa

Bagi Plato, hipotesa harus dibenarkan dengan hipotesa yang lebih tinggi. Dengan demikian, hipotesa yang lebih tinggi itu nantinya akan membenarkan, sekaligus dapat menghancurkan hipotesa yang di bawahnya.

Pada akhirnya, bagi Plato, terdapat suatu hipotesa yang tidak perlu hipotesa yang lebih tinggi lagi. Hal tersebut dikarenakan hipotesis yang berada tanpa syarat. Dengan demikian, semua hal diterangkan olehnya tanpa sisa.

Semua berawal dari kenyataan konkret, kemudian semakin menjauh darinya. Jalan demikian ini disebut dengan jalan dianoia (pemikiran). Ia menemukan bahwa hipotesis tertinggi adalah “Yang-Baik”.

be) Pengetahuan Definitif

Proses analisa yang telah di bahas tersebut, pada akhirnya akan mencapai suatu noesis. Noesis di sini adalah intuisi atau kontemplasi akan ide-ide murni. Seluruh kenyataan akan dijelaskan melalui pengetahuan noesis ini.

bf) Perbedaan Dengan Metode Ilmu

Hipotesa ilmu biasa tidak menjelaskan mengapa seharusnya demikian. begitu pula hipotesa ilmu lebih kepada kenyataan, sedangkan hipotesa Plato lebih kepada hipotesa yang lebih tinggi.

c. Definisi

Definisi mengandaikan pengertian yang terletak di hipotesa yang dituangkan dalam bentuk definisi.

ca) Penghimpunan

sebelum menentukan suatu hakikat, terdapat suatu proses penghimpunan, sintesa. Istilah dan ide yang serupa akan digolongkan dan perbandingkan untuk menentukan kelas atau luas definisi.

cb) Pembagian

diadakan pembagian tepat (diaresis), yaitu sebuah kelompok umum yang telah ditentukan batasannya (genus). Dalam suatu genus, terdapat anggota yang lebih kecil yaitu spesies, yang mana merupakan satu tingkat di bawah genus. Semisal: genus hewan terdapat spesies ayam, kuda, kambing, dan ikan. Dengan demikian, pembagian haruslah sesuai dan tidak melampaui salah satu sifat yang berlu bagi definisi.

Terdapat perbedaan antara definisi oleh Plato dan Aristoteles. Bagi Plato, definisi lebih berupa klasifikasi praktis dan konkret sementara Aristoteles menganggapnya sifat yang aksidentil. Itu pun karena Aristoteles lebih menekankan pada substansi suatu hal. dengan demikian, dengan latar belakang yang bersifat idealistis, Plato mencoba untuk mencari hierarki dari ide-ide.

Catatan: dibuat bersama Aldo Muhes dan Yudhistira Prabowo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib