Sokrates
merupakan filsuf pertama yang pemikirannya bersifat antroposentris, terutama
perihal etis. Meskipun begitu, banyak peneliti yang meragukan keberadaannya.
Hal tersebut dikarenakan ia hanya ditemukan dalam tulisan Xenophon,
Aristophanes, Aristoteles, serta dialog pertama oleh Plato.
Titik-tolak dan Rencana
a. Pengetahuan semu
Banyak
orang memiliki pandangan tentang hal-hal yang bersifat asasi. Namun begitu,
banyak pula pertentangan dalam argumentasi mereka. Dengan kekuatan cinta (Eros), Sokrates mencari pengetahuan
tentang hal tersebut. Meskipun akhirnya ia menyadari kekurangan pengetahuannya.
b. Sasaran
Menurut
Aristoteles, ada dua tingkatan sasarannya Sokrates. Pertama adalah mencari
“yang-umum” dan batiniah, tepatnya adalah hakikat mengenai suatu hal. Kedua
adalah mencari “yang-umum” dan etis, tepatnya adalah keutamaan atau Arete.
c. Ilmu Kebidanan
Titik
tolak metodenya dapat dinamai dengan Maeutike
Tekhne, yang berarti ilmu kebidanan. Ia mencoba melahirkan potensi
pengetahuan yang sudah ada dalam pikiran manusia. Ia mencoba pula untuk
menjernihkan pengetahuan yang telah ada dalam pikiran, bagaimana
konsistensinya. Inilah mengapa metodenya juga disebut dengan metode “kritis”.
d. Mempersoalkan kewibawaan
Ia
tidak menerima mentah-mentah pengandaian yang telah diterima secara umum.
Justru ia mempertanyakan segalanya. Bahkan, ia mempertanyakan kewibawaan,
keahlian, seseorang pula.
Jalan Maju “Dialektika”
a. Dialog
Sokrates
mengembara untuk berdialog dengan orang-orang. Dari dialog tersebut ia
berkeyakinan untuk menemukan kekurangan pengetahuannya. Dialognya memakai
metode Dialektike Tekhne: seni berwawancara yang mempunyai
arah tertentu.
b. Rumusan Sebagai Titik-tolak
Dalam
berdialog, Sokrates meminta orang yang ahli untuk memberikan rumusan dialog
sesuai dengan keahliannya. Itu pun karena ia menyadari kekurangan
pengetahuannya.
c. Pembantahan (Elenkhos)
Dalam
proses dialog, dialektika berlangsung seperti pemeriksaan/cross-examination
secara teliti dengan membandingkan antara jawaban dan perkataan.
d. Induksi (Epagoge)
Jalan
dialog tidak hanya terpaku pada orang yang ahli, namun juga menimbang jawaban
dari berbagai elemen masyarakat. Selain itu, digunakan pula berbagai contoh
konkret maupun analogi.
e. Definisi
Sokrates
berusaha membuat suatu generalisasi yang merupakan suatu susunan esensial dalam
rumusan dialog. Ia menolak rumusan yang tidak pasti. Ia menerima ketepatan
rumusan; tidak terlalu luas maupun terlalu sempit.
Hasil Dialektika
a. Pembongkaran
Dialog
akan sering membongkar pengetahuan semu. Ia justru menunjukkan bahwa orang ahli
yang berdialog dengannya hanya memiliki pengetahuan yang kosong, tertutupi oleh
kepercayaan diri yang berlebihan.
Sokrates
mencemooh menggunakan suatu ironia.
Hal ini tentu dapat menyerang pribadi sang ahli. Juga, hal tersebut mengguncang
segala kepastian yang ada.
b. Kesadaran kurang tahu
Sokrates
tidak memberikan jawaban mengenai rumusan. Itu pun karena ia menyadari bahwa
dirinya juga kurang mengetahui. Sementara itu, anehnya, orang ahli tersebut
justru selalu kesulitan dalam menjawab pertanyaan Sokrates.
c. Kebijaksanaan
Sokrates
tidak merasa memiliki pengetahuan. Dengan demikian, ia terus mencari pengetahuan.
Pada akhirnya, ia menyadari bahwa kebaikan susilalah yang merupakan
kebijaksanaan. Ia pun menyadari bahwa kebijaksanaan tersebut hanya dapat
diperoleh dengan pengalaman diri. Karena kebijaksanaan, manusia akan menjadi
makhluk yang “angry to himself and
gentle to others”. Kebijaksanaan pula yang membuat
Sokrates pantang mundur dari tugasnya mencari pengetahuan, hingga ia dihukum
mati.
Catatan: dibuat bersama Aldo Muhes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar