Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

Perbandingan Sosialitas Manusia dengan Hewan Sosial Lainnya

Cukup sulit ketika mencoba untuk membahas perihal “sosialitas”. Hal tersebut dikarenakan kata tersebut tidak ada di dalam KBBI. Namun bukan berarti kata tersebut tidak dapat dijelaskan.

Sosialitas sebenarnya adalah serapan dari bahasa Inggris yaitu kata “sociality”. Secara mudah, sosialitas ini dapat dilihat sebagai suatu kualitas bersosial. Dengan demikian, sosialitas dapat dipandang sebagai suatu tendensi individual dalam berperilaku terhadap komunitasnya. Contohnya seperti manusia. Sosialitas manusia berarti bagaimana manusia sebagai individu memiliki tendensi prilaku terhadap komunitasnya; seperti berdiskusi ilmiah, minum kopi bersama di warung kopi, dan sebagainya.

Esai kali ini akan mencoba untuk membandingkan antara sosialitas manusia dengan hewan sosial lain. Hewan sosial lain di sini lebih tepatnya adalah golongan serangga sosial seperti rayap, semut, lebah, dan tawon, serta golongan hewan sosial mamalia lainnya yaitu keluarga luwak, lebih tepatnya adalah meerkat. Untuk mengawali, dibahas terlebih dahulu mengenai hewan lain, lalu dibandingkan dengan manusia.

Dalam golongan serangga sosial, terdapat pembagian tugas yang jelas antara setiap anggota komunitasnya. Ada yang bertindak sebagai ratu, reproduksi, penjaga, dan pencari makanan. Pembagian tugas ini memang sesuatu yang terberikan, maksudnya adalah secara genetik memang telah ditentukan kontribusi seperti apa yang akan diberikan individu untuk komunitasnya. Bagaimanapun, individu dalam serangga sosial tersebut tidak dapat memilih untuk menjadi apa di dalam komunitasnya.

Dalam golongan hewan sosial, seperti yang telah di sebutkan sebelumnya, yaitu meerkat, perbedaan tiap individu hanya terletak pada sisi morfologisnya. Perbedaan di sisi morfologisnya adalah antara jantan dan betina. Pembagian tugas di dasarkan pada kemampuan morfologisnya; betina dapat melahirkan dan kurang memiliki kekuatan dalam bertarung sehingga betina bertugas untuk merawat anak-anaknya, sementara yang jantan memiliki kekuatan secara fisik sehingga jantan bertugas untuk melindungi komunitasnya. Selain itu, terdapat dikotomi pada jantan, yaitu jantan yang berburu makanan dan jantan yang menjaga sarang—dikotomi ini didasarkan pada kemampuannya.

Dari kedua hal di atas, dapat dipahami bahwa sosialitas mereka adalah sosialitas yang terberikan secara jelas dan terpilah-pilah. Inilah mengapa mereka terlihat kompak dalam membangun koloni ataupun komunitas mereka. Mereka menjalankan hidup mereka berdasarkan apa yang sudah mereka punyai, terutama di bidang fisik. Lantas, bagaimana dengan manusia?

Dapat dimengerti bahwa manusia juga memiliki perbedaan morfologis dalam setiap individunya; yaitu laki-laki yang memiliki penis dan perempuan yang memiliki vagina. Secara fisiologis pun, antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang nyata, laki-laki di dominasi oleh hormon andostenidion dan testosteron, sementara perempuan di dominasi oleh hormon progesteron dan estrogen. Dari sisi lain, secara psikologis pun terdapat suatu kecenderungan bahwa laki-laki memiliki sifat maskulin yang keras sementara perempuan memiliki sifat feminin yang lembut. Perbedaan morfologis, fisiologis, dan psikologis ini terkadang dirasa cukup untuk dijadikan tolak ukur dari apa yang membedakan tendensi individu terhadap komunitasnya—karena perbedaan tersebut merupakan perbedaan yang terberikan.

Dari perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perempuan yang memiliki vagina serta hormon progesteron dan estrogen memberikan suatu potensi untuk melahirkan, juga sifatnya yang cenderung feminin juga menandakan bahwa perempuan seharusnya mengasuh anaknya. Sementara itu, laki-laki yang memiliki hormon testosteron membuatnya memiliki fisik yang lebih kuat dan bersifat maskulin dari pada laki-laki sehingga laki-laki seharusnya menjaga keluarganya.

Terlihat bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah jelas dan terpilah-pilah, namun sebenarnya tidak semudah itu. Perbedaan yang terlihat jelas dan terpilah-pilah tersebut sebenarnya tidak benar-benar membedakan keduanya dari sisi tugas dalam komunitas. Ketika kita memakai konteks manusia purba di mana teknologi masih dalam taraf yang sangat sederhana, mungkin pembagian tugas berdasarkan ketiga hal—morfologis, fisiologis dan psikologis—tersebut merupakan hal yang masuk akal, sayangnya tidak sound.

Untuk melindungi komunitasnya atau lebih spesifiknya adalah keluarga, tidak perlu seorang laki-laki berjaga di depan rumah seperti satpam; cukup membuat pagar untuk rumahnya. Teknologi menjustifikasi bahwa perbedaan yang terberikan di dalam setiap manusia tidak lagi relevan untuk mengandaikan suatu tugas dari masing-masing individu. Ketidakrelevanan hal yang terberikan tersebut menghancurkan segala macam dikotomi tugas maupun kemampuan pasti dari setiap manusia.

Karena tiga landasan perbedaan antar manusia sudah tidak relevan lagi, maka sosialitas manusia tidak lagi sosialitas yang jelas dan terpilah-pilah. Sosialitas manusia kontemporer merupakan sosialitas yang melebur antara perbedaan tiap manusia, namun bukan berarti benar-benar melebur. Substansi dari pembagian tugas dalam sosialitas manusia kontemporer terletak pada minat dan bakat manusia yang mereka peroleh dari pengalamannya.


Untuk menutup esai ini, dapat disimpulkan suatu perbedaan sosialitas yang nyata antara manusia dengan hewan. Perbedaan yang nyata terletak pada teknologi. Implikasi dari perbedaan ini menyebabkan sosialitas manusia menjadi sosialitas yang melebur. Satu-satunya tolak ukur—namun masih samar—adalah minat dan bakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib