Cukup sulit ketika mencoba untuk membahas
perihal “sosialitas”. Hal tersebut dikarenakan kata tersebut tidak ada di dalam
KBBI. Namun bukan berarti kata tersebut tidak dapat dijelaskan.
Sosialitas sebenarnya adalah serapan dari
bahasa Inggris yaitu kata “sociality”.
Secara mudah, sosialitas ini dapat dilihat sebagai suatu kualitas bersosial. Dengan
demikian, sosialitas dapat dipandang sebagai suatu tendensi individual dalam
berperilaku terhadap komunitasnya. Contohnya seperti manusia. Sosialitas
manusia berarti bagaimana manusia sebagai individu memiliki tendensi prilaku
terhadap komunitasnya; seperti berdiskusi ilmiah, minum kopi bersama di warung
kopi, dan sebagainya.
Esai kali ini akan mencoba untuk membandingkan
antara sosialitas manusia dengan hewan sosial lain. Hewan sosial lain di sini
lebih tepatnya adalah golongan serangga sosial seperti rayap, semut, lebah, dan
tawon, serta golongan hewan sosial mamalia lainnya yaitu keluarga luwak, lebih
tepatnya adalah meerkat. Untuk mengawali, dibahas terlebih dahulu mengenai
hewan lain, lalu dibandingkan dengan manusia.
Dalam golongan serangga sosial, terdapat
pembagian tugas yang jelas antara setiap anggota komunitasnya. Ada yang
bertindak sebagai ratu, reproduksi, penjaga, dan pencari makanan. Pembagian
tugas ini memang sesuatu yang terberikan, maksudnya adalah secara genetik
memang telah ditentukan kontribusi seperti apa yang akan diberikan individu
untuk komunitasnya. Bagaimanapun, individu dalam serangga sosial tersebut tidak
dapat memilih untuk menjadi apa di dalam komunitasnya.
Dalam golongan hewan sosial, seperti yang
telah di sebutkan sebelumnya, yaitu meerkat, perbedaan tiap individu hanya
terletak pada sisi morfologisnya. Perbedaan di sisi morfologisnya adalah antara
jantan dan betina. Pembagian tugas di dasarkan pada kemampuan morfologisnya;
betina dapat melahirkan dan kurang memiliki kekuatan dalam bertarung sehingga
betina bertugas untuk merawat anak-anaknya, sementara yang jantan memiliki
kekuatan secara fisik sehingga jantan bertugas untuk melindungi komunitasnya.
Selain itu, terdapat dikotomi pada jantan, yaitu jantan yang berburu makanan
dan jantan yang menjaga sarang—dikotomi ini didasarkan pada kemampuannya.
Dari kedua hal di atas, dapat dipahami bahwa sosialitas
mereka adalah sosialitas yang terberikan secara jelas dan terpilah-pilah. Inilah
mengapa mereka terlihat kompak dalam membangun koloni ataupun komunitas mereka.
Mereka menjalankan hidup mereka berdasarkan apa yang sudah mereka punyai,
terutama di bidang fisik. Lantas, bagaimana dengan manusia?
Dapat dimengerti bahwa manusia juga memiliki
perbedaan morfologis dalam setiap individunya; yaitu laki-laki yang memiliki
penis dan perempuan yang memiliki vagina. Secara fisiologis pun, antara laki-laki
dan perempuan memiliki perbedaan yang nyata, laki-laki di dominasi oleh hormon
andostenidion dan testosteron, sementara perempuan di dominasi oleh hormon
progesteron dan estrogen. Dari sisi lain, secara psikologis pun terdapat suatu
kecenderungan bahwa laki-laki memiliki sifat maskulin yang keras sementara
perempuan memiliki sifat feminin yang lembut. Perbedaan morfologis, fisiologis,
dan psikologis ini terkadang dirasa cukup untuk dijadikan tolak ukur dari apa yang
membedakan tendensi individu terhadap komunitasnya—karena perbedaan tersebut
merupakan perbedaan yang terberikan.
Dari perbedaan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa perempuan yang memiliki vagina serta hormon progesteron dan estrogen
memberikan suatu potensi untuk melahirkan, juga sifatnya yang cenderung feminin
juga menandakan bahwa perempuan seharusnya mengasuh anaknya. Sementara itu,
laki-laki yang memiliki hormon testosteron membuatnya memiliki fisik yang lebih
kuat dan bersifat maskulin dari pada laki-laki sehingga laki-laki seharusnya
menjaga keluarganya.
Terlihat bahwa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan adalah jelas dan terpilah-pilah, namun sebenarnya tidak semudah itu. Perbedaan
yang terlihat jelas dan terpilah-pilah tersebut sebenarnya tidak benar-benar
membedakan keduanya dari sisi tugas dalam komunitas. Ketika kita memakai
konteks manusia purba di mana teknologi masih dalam taraf yang sangat
sederhana, mungkin pembagian tugas berdasarkan ketiga hal—morfologis,
fisiologis dan psikologis—tersebut merupakan hal yang masuk akal, sayangnya
tidak sound.
Untuk melindungi komunitasnya atau lebih
spesifiknya adalah keluarga, tidak perlu seorang laki-laki berjaga di depan
rumah seperti satpam; cukup membuat pagar untuk rumahnya. Teknologi
menjustifikasi bahwa perbedaan yang terberikan di dalam setiap manusia tidak
lagi relevan untuk mengandaikan suatu tugas dari masing-masing individu.
Ketidakrelevanan hal yang terberikan tersebut menghancurkan segala macam
dikotomi tugas maupun kemampuan pasti dari setiap manusia.
Karena tiga landasan perbedaan antar manusia
sudah tidak relevan lagi, maka sosialitas manusia tidak lagi sosialitas yang
jelas dan terpilah-pilah. Sosialitas manusia kontemporer merupakan sosialitas
yang melebur antara perbedaan tiap manusia, namun bukan berarti benar-benar
melebur. Substansi dari pembagian tugas dalam sosialitas manusia kontemporer
terletak pada minat dan bakat manusia yang mereka peroleh dari pengalamannya.
Untuk menutup esai ini, dapat disimpulkan
suatu perbedaan sosialitas yang nyata antara manusia dengan hewan. Perbedaan
yang nyata terletak pada teknologi. Implikasi dari perbedaan ini menyebabkan
sosialitas manusia menjadi sosialitas yang melebur. Satu-satunya tolak
ukur—namun masih samar—adalah minat dan bakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar