Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

Realitas Sosial Thorstein Veblen

Bagi Veblen, manusia sebagai individu memang memiliki naluri. Namun naluri ini merupakan hal yang hanya mempengaruhi perilaku manusia. Perilaku individu dikehendaki oleh individu itu sendiri. Pandangan ini tidak sepenuhnya mekanistik, meskipun memiliki unsur yang mekanis di dalam diri individu tersebut. Manusia baginya memiliki daya kreatif yang tidak murni kreatif. Manusia akan mempertimbangkan berbagai unsur, baik naluri maupun lingkungannya.

Naluri individu tersusun dari empat hal: keingintahuan, produktif, predator (menyerang, bertindak sesuai keuntungan pribadi), dan bersikap baik terhadap sesama. Naluri ini kemudian dipertimbangkan oleh individu dalam menentukan suatu keputusan. Meskipun demikian, terdapat suatu titik di mana manusia sudah tidak mempertimbangkan perilakunya. Tidak mempertimbangkan di sini dapat berarti tercipta suatu kebiasaan individual, yang mana manusia akan mengulang pilihan yang telah dipilih sebelumnya—tentu ini karena ia merasakan suatu keuntungan dalam melakukan perilaku yang dilakukannya, dan kebiasaan ini membentuk suatu dominasi naluri dari salah satu naluri individu tersebut.

Kebiasaan tersebut, atau dapat di sebut pola, bukan berarti tidak dapat berubah. Justru sebaliknya, pola tersebut dapat berubah sesuai dengan kondisi di mana perilaku tersebut tidak lagi menguntungkan untuk diulang kembali. Di sini berarti bahwa situasi atau lingkungan dapat menjadi suatu pertimbangan yang krusial dalam menentukan perilaku individu.

Veblen, dari serangkaian perjelasan di atas, menganggap bahwa manusia adalah agen dari masyarakat. Masyarakat di sini merupakan suatu wadah berinteraksinya manusia yang bermacam-macam kebiasaan. Pada akhirnya, masyarakat akan merencanakan suatu sistem tertentu untuk beradaptasi pada perubahan situasi di lingkungannya.

Dalam proses evolusi sosial, Veblen justru memandang bahwa segala bentuk masyarakat dapat dikategorisasi menjadi dua hal saja—dua kategori spekulatif tersebut tidak berurutan, namun dapat saling susul-menyusul dalam prosesnya. Tipe pertama adalah tipe masyarakat yang mana setiap anggotanya masih didominasi oleh naluri keempat, yaitu sikap baik terhadap sesamanya. Tidak ada, atau bahkan memang tidak diperlukan lagi suatu negara, atau semacamnya, untuk mengatur masyarakat—memang merupakan tipe masyarakat yang suka bekerja sama. Dalam bekerja, mereka menghasilkan kepuasan, penghasilan, serta kehormatan.

Tiga hal yang dihasilkan oleh pekerjaan mereka, itulah hal yang sering diasosiasikan sebagai kesuksesan. Terkadang orang menjadi sombong ketika sukses, begitu pula orang lain pun akan memuja orang yang sukses. Hal ini yang kemudian dapat menjadi suatu potensi untuk menjadi tipe masyarakat kedua.

Masyarakat tipe kedua adalah masyarakat yang agresif, masyarakat yang menggunakan insting predator. Insting predator ini adalah insting menyerang, agresif, menggunakan segala cara untuk mendapatkan kesuksesan yang telah dijelaskan sebelumnya. Masyarakat tipe kedua ini membenci pekerjaan kasar dan pekerjaan keras yang dilakukan seperti masyarakat tipe pertama.

Keberadaan masyarakat tipe kedua ini memunculkan suatu kelas sosial baru yang dinamakan kelas sosial waktu luang. Kelas sosial waktu luang ini memang memiliki banyak waktu luang, itu karena ia tidak perlu lagi bekerja secara keras dan kasar untuk mempertahankan hidupnya. Terdapat empat ciri kelas sosial ini, yaitu: 1. Menganggap kerja kasar adalah tabu, hanya untuk kelas rendah, hal tersebut dikarenakan mereka telah kaya; 2. Kebebasan dan kemewahan ditunjukkan secara berlebihan, konsumsi berlebihan dan waktu luang yang tidak ada habisnya; 3. Menciptakan suatu norma di masyarakat yang tidak produktif, berfoya-foya, hanya mencari popularitas dan uang saja; 4. Berani memakai metode kotor untuk mendapatkan yang mereka inginkan.

Kelebihan, kekurangan, dan pemetaan secara normatif

 Sebenarnya Veblen menganggap manusia adalah hewan yang bekerja. Memandang dari sudut pandang ini sebenarnya tidak ada salahnya, namun manusia tidak sekadar sebagai hewan yang bekerja saja. Implikasi dari asumsi ini justru akan hanya mengukur dari sisi kegunaan atas prilaku manusia saja. Tentu tolak ukur tidak hanya kegunaan, masih ada hal lain yang memang tidak dapat diukur dari kegunaan seperti moralitas dan kesenian.

 Pemikiran Veblen dirasa sangat relevan untuk memetakan masyarakat kontemporer. Dalam masyarakat kontemporer memang muncul semacam kelas sosial waktu luang seperti yang dijelaskan oleh Veblen. Kelas sosial ini memang, seperti yang diramalkan oleh Veblen, berprilaku konsumtif berlebihan dan menunjukkan perilaku berfoya-foya berlebihan—seperti yang diramalkan oleh Veblen, hal itu disebabkan oleh status ekonomi mereka, mereka sudah kaya.

 Pemetaan pemikiran Veblen ini dapat dipetakan dalam kategori Statis-Perenial, sekaligus Dinamis-Historis. Meskipun pemikiran Veblen lebih bersifat ahistoris, akan tetapi ia juga memiliki pandangan mengenai tahapan masyarakat. Sisi ahistoris dari pemikiran Veblen adalah naluri sekaligus pola statis atau kebiasaan manusia, selain itu juga karena ia mencoba membagi masyarakat dalam dua tipe saja—itu pun ia tidak mengatakan perihal kemungkinan adanya unsur baru, tetap masih mempertimbangkan hakikat manusia dan masyarakat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib