Terdapat
dua proposisi utama dalam aliran induktivisme naif. Pertama adalah proposisi
bahwa ilmu berawal dari observasi. Kedua adalah proposisi bahwa dalam melakukan
observasi, pengamat harus berpegang pada basis pengetahuan yang dapat dijadikan
landasan pasti. Kedua proposisi tersebut kemudian akan di bahas secara ringkas
pada paragraf selanjutnya.
Proposisi Pertama
Proposisi
pertama berkata bahwa ilmu berawal dari observasi. Hal tersebut terlihat
meyakinkan, namun secara fundamental tidaklah demikian.
Penemuan
ilmiah, pada awal perkembangannya, seakan memberi petunjuk bahwa penemuan
ilmiah berawal dari sebuah observasi. Banyak ilmuwan, pada era awal, seperti
Newton, Galileo, dan Kopernikus, memunculkan berbagai teorinya melalui jalur
observasi saja. Akan tetapi, terlalu naif bila cepat menyimpulkan bahwa sains
berawal dari observasi.
Sebenarnya,
apabila ditelaah lebih dalam, ilmuwan tidaklah mungkin melakukan observasi
dengan begitu saja. Sebagai contoh, Newton, ia mencoba untuk memahami
perputaran bulan terhadap bumi, tidak berati ia hanya mengobservasi pergerakan
bulan begitu saja; tanpa adanya konsep aljabar, tanpa adanya konsep matematika,
tanpa adanya konsep bulan, konsep malam, konsep pergerakan bulan, konsep
gravitasi yang ditemuinya, dan sebagainya, Newton tidak mungkin memahami
perputaran bulan sekaligus membuat rumus kalkulus untuk memahaminya. Begitu
pula dengan Galileo dan Kopernikus, tanpa adanya konsep kosmos sebelum
observasi yang mereka lakukan, mereka tak akan bisa memahami planet beserta
dinamikanya.
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa sebelum observasi, harus ada teori maupun konsep
yang mendahuluinya. Maka dari itu, sains tidak dimulai dari observasi, namun
dari konsep atau teori yang mendahuluinya.
Proposisi Kedua
Proposisi
kedua berbunyi bahwa dalam melakukan observasi, pengamat harus berpegang pada
basis pengetahuan yang aman untuk dijadikan landasan. Sekali lagi, hal ini
sangat meyakinkan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apa basis pengetahuan
yang aman itu?
Secara
historis, ilmu lebih sering ditemukan secara tiba-tiba, justru bukan dari
observasi yang ketat. Newton dengan apel jatuhnya, Einstein dengan ilham dari
Lorentz Tensor, dan Roentgen dengan menghitamnya plat silinder, cukup
membuktikan bahwa kemajuan besar sains lebih sering didapatkan secara
aksidental, tanpa berpegang pada basis pengetahuan yang aman, justru pada pengetahuan yang riskan.
Di
sisi lain, "pengetahuan yang aman" justru tidak memberikan perkembangan keilmuan.
Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang aman hanya akan menguji teori yang
telah ada, bukan memberikan kontribusi, kemajuan, maupun kebaruan yang
berbentuk teori baru.
"Pengetahuan
yang aman" pun tidak memberikan jaminan bahwa teori yang dihasilkan akan selalu
benar. Hal tersebut dikarenakan teori dibentuk bukan dari proses observasi
namun dari proposisi observasi. Proposisi observasi inilah yang sering
menyebabkan kerancuan. Contoh, Kopernikus mengatakan bahwa Planet Venus tidak
pernah berubah ukurannya dari tahun ke tahun, akan tetapi, setelah ditemukannya
teleskop, ternyata Planet Venus mengalami perubahan ukuran dari tahun ke tahun.
Hal ini membuktikan proposisi observasi sangatlah penting, dari pada sekadar
berpegang pada pengetahuan yang aman.
Kesimpulan
Bagaimanapun,
bantahan terhadap dua proposisi utama induktivisme naif tidak begitu saja
menggagalkan seluruh tesis induktivisme. Namun, tidaklah demikian apabila
mengikuti begitu saja tesis yang disampaikan oleh induktivisme. Sebab, perlu
adanya klarifikasi lebih lanjut dari induktivisme perihal kebergantungan
observasi pada teori.