Catatan Filsafat

WEBSITE BERISI CATATAN DAN ANALISIS TENTANG FILSAFAT, ILMU, PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, AGAMA, NILAI, DAN ETIKA
BY MUHAMMAD QATRUNNADA AHNAF
A.K.A. MQAHNAF

Full width home advertisement

Esai

Puisi

Post Page Advertisement [Top]

Dua Proposisi Utama Induktivisme Naif

Terdapat dua proposisi utama dalam aliran induktivisme naif. Pertama adalah proposisi bahwa ilmu berawal dari observasi. Kedua adalah proposisi bahwa dalam melakukan observasi, pengamat harus berpegang pada basis pengetahuan yang dapat dijadikan landasan pasti. Kedua proposisi tersebut kemudian akan di bahas secara ringkas pada paragraf selanjutnya.

Proposisi Pertama

Proposisi pertama berkata bahwa ilmu berawal dari observasi. Hal tersebut terlihat meyakinkan, namun secara fundamental tidaklah demikian.

Penemuan ilmiah, pada awal perkembangannya, seakan memberi petunjuk bahwa penemuan ilmiah berawal dari sebuah observasi. Banyak ilmuwan, pada era awal, seperti Newton, Galileo, dan Kopernikus, memunculkan berbagai teorinya melalui jalur observasi saja. Akan tetapi, terlalu naif bila cepat menyimpulkan bahwa sains berawal dari observasi.

Sebenarnya, apabila ditelaah lebih dalam, ilmuwan tidaklah mungkin melakukan observasi dengan begitu saja. Sebagai contoh, Newton, ia mencoba untuk memahami perputaran bulan terhadap bumi, tidak berati ia hanya mengobservasi pergerakan bulan begitu saja; tanpa adanya konsep aljabar, tanpa adanya konsep matematika, tanpa adanya konsep bulan, konsep malam, konsep pergerakan bulan, konsep gravitasi yang ditemuinya, dan sebagainya, Newton tidak mungkin memahami perputaran bulan sekaligus membuat rumus kalkulus untuk memahaminya. Begitu pula dengan Galileo dan Kopernikus, tanpa adanya konsep kosmos sebelum observasi yang mereka lakukan, mereka tak akan bisa memahami planet beserta dinamikanya.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa sebelum observasi, harus ada teori maupun konsep yang mendahuluinya. Maka dari itu, sains tidak dimulai dari observasi, namun dari konsep atau teori yang mendahuluinya. 

Proposisi Kedua

Proposisi kedua berbunyi bahwa dalam melakukan observasi, pengamat harus berpegang pada basis pengetahuan yang aman untuk dijadikan landasan. Sekali lagi, hal ini sangat meyakinkan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apa basis pengetahuan yang aman itu?

Secara historis, ilmu lebih sering ditemukan secara tiba-tiba, justru bukan dari observasi yang ketat. Newton dengan apel jatuhnya, Einstein dengan ilham dari Lorentz Tensor, dan Roentgen dengan menghitamnya plat silinder, cukup membuktikan bahwa kemajuan besar sains lebih sering didapatkan secara aksidental, tanpa berpegang pada basis pengetahuan yang aman, justru pada pengetahuan yang riskan.

Di sisi lain, "pengetahuan yang aman" justru tidak memberikan perkembangan keilmuan. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang aman hanya akan menguji teori yang telah ada, bukan memberikan kontribusi, kemajuan, maupun kebaruan yang berbentuk teori baru.

"Pengetahuan yang aman" pun tidak memberikan jaminan bahwa teori yang dihasilkan akan selalu benar. Hal tersebut dikarenakan teori dibentuk bukan dari proses observasi namun dari proposisi observasi. Proposisi observasi inilah yang sering menyebabkan kerancuan. Contoh, Kopernikus mengatakan bahwa Planet Venus tidak pernah berubah ukurannya dari tahun ke tahun, akan tetapi, setelah ditemukannya teleskop, ternyata Planet Venus mengalami perubahan ukuran dari tahun ke tahun. Hal ini membuktikan proposisi observasi sangatlah penting, dari pada sekadar berpegang pada pengetahuan yang aman.

Kesimpulan


Bagaimanapun, bantahan terhadap dua proposisi utama induktivisme naif tidak begitu saja menggagalkan seluruh tesis induktivisme. Namun, tidaklah demikian apabila mengikuti begitu saja tesis yang disampaikan oleh induktivisme. Sebab, perlu adanya klarifikasi lebih lanjut dari induktivisme perihal kebergantungan observasi pada teori.

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib